KORANJURI.COM – Di sepanjang jalur yang akan dilalui delegasi KTT G20 hingga tempat pelaksanaan event akbar itu akan dipasang ribuan penjor. Jumlahnya mencapai 2.500 penjor dengan setiap penjor setinggi 6-7 meter.
Desain ribuan penjor untuk penyambutan delegasi KTT G20 itu diberikan kepada Desa Adat dan menjadi yang paling istimewa. Pemerintah menganggarkan pembuatan dan pemasangan penjor sebesar Rp 3,5 milyar.
Ketua Paruman Walaka PHDI Bali Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana menjelaskan, di Bali ada dua jenis penjor yakni, penjor yang dipasang berkaitan dengan upacara adat seperti saat Hari Raya Galungan dan Kuningan serta penjor pepenjoran.
Dalam Penjor pepenjoran dapat dipasang kapan saja. Tak harus berkaitan dengan upacara adat atau hari raya. Penjor pepenjoran itulah yang disiapkan untuk menyambut para delegasi KTT G20.
“Simbol penjor yang sebenarnya memang berarti sebagai persembahan dan ucap syukur mampu menjadi salah satu tanda pengingat kepada peserta maupun delegasi KTT G20,” kata Sudiana, Kamis, 3 November 2022.
Jenis penjor madya atau menengah akan dipasang di jalan raya. Sedangkan penjor utama akan dipasang di venue KTT G20, di Hotel The Apurva Kempinski sebagai okasi pertemuan dan Kawasan Tahura Mangrove untuk lokasi jamuan makan-minum.
Apa itu Penjor?
Penjor merupakan batang bambu lengkap yang dihias dengan daun kelapa muda yang dibentuk secara khusus. Sekilasan, wujudnya menyerupai umbul-umbul. Biasanya penjor dibuat setinggi 10 meter, yang menggambarkan sebuah gunung tertinggi.
Umat Hindu Bali mempercayai bahwa Gunung Agung merupakan tempat berstananya Hyang Bathara Putra Jaya beserta Dewa dan para leluhur. Gunung merupakan istana Tuhan dengan berbagai manifestasinya. Penjor menjadi perlambang syukur atas hasil bumi yang dianugerahkan-Nya. Dalam hal ini, Gunung Agung sebagai pemberi kemakmuran itu.
Tercatat di dalam lontar Jayakasunu, penjor melambangkan Gunung Agung. Selanjutnya, di lontar Basuki Stawa disebutkan bahwa gunung (giri) adalah naga raja, yang tidak lain adalah Naga Basuki.
Dalam mitologi, dasar Gunung Agung dikenal sebagai linggih Sang Hyang Naga Basuki. Dari kata Basuki inilah timbul nama Besakih. Naga Basuki, dalam Basuki Stawa, dilukiskan bahwa ekornya berada di puncak gunung dan kepalanya di laut.
Gambaran itu merupakan simbol bahwa gunung adalah waduk penyimpanan air yang kemudian menjadi sungai. Akhirnya, bermuara di laut. (Way)
Baca Artikel Lain KORANJURI di GOOGLE NEWS