KORANJURI.COM – Untuk membahas mengenai penanganan Covid-19 serta Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Gianyar, Komisi IV DPRD Gianyar memanggil Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar serta pihak dari Rumah Sakit Sanjiwani Gianyar, Senin (11/5/2020) di Kantor DPRD Gianyar.
“Memang sangat krusial sekali kami memanggil, terutama dari pihak Rumah Sakit terkait dengan beberapa isu yang muncul, yang pertama kan tentang penanganan Covid-19 habis itu yang kedua tentang penanganan demam berdarah,” kata Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Gianyar Made Ratnadi, Senin, 11 Mei 2020.
Ratnadi mengatakan, penolakan pasien di rumah sakit karena alasan penuh menjadi citra yang kurang baik di masyarakat. Pertemuan itu juga untuk membahas pengangguran penanganan Covid-19.
“Kami ingin klarifikasi itu dari pihak rumah sakit. Termasuk fogging masif di masyarakat, apakah itu sudah sesuai prosedur,” ujar Ratnadi.
Komisi IV meminta Dinas Kesehatan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait aktifitas fogging. Hal itu bertujuan agar sesuai prosedur dan tidak menimbulkan efek lain.
Ratnadi mengatakan harapannya agar Gianyar bisa meniru Surabaya dalam mencegah DBD. Di kota Pahlawan, kata Ratnadi, DBD justru dicegah tanpa pengasapan. Pemerintah daerah justru melarang fogging ilegal dan ada sanksinya.
“DBD kan kasus setiap tahun, harusnya anggaran itu bisa diperkirakan, kalau kurang harusnya dibicarakan, biar bisa ditambah, tapi ini malah anggarannya turun” ujarnya.
Namun Ratnadi tidak merinci berapa jumlah anggaran penanganan DBD tahun 2020 ini. Dan berapa jumlah anggaran yang berkurang.
Kepala Dinas Kesehatan Gianyar, dr. Ida Ayu Cahyani Widyawati mengatakan, pihaknya akan selalu melayani masyarakat jika memang melaporkan adanya indikasi DBD.
Namun jika tidak ada indikasi, pihak Dinkes tidak menganjurkan fogging secara mandiri. Masyarakat pun, kata Ida Ayu Cahyani, tidak pernah melapor bila akan melakukan fogging mandiri.
“Jika kita mengetahui adanya fogging mandiri tentu kita akan bina” jelasnya.
Kandungan obat dalam pengasapan pemberantasan nyamuk penyebab penyakit DBD, tidak bisa dilakukan dengan sembarang obat. Dirinya meminta masyarakat melaporkan jika akan ada kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).
“Jika memang di lingkungan masyarakat terindikasi DBD tentu kita akan lakukan fogging sesuai dengan protap, dan dibarengi dengan PSN jika tanpa PSN percuma,” ungkapnya.
Sampai saat ini, fogging yang dilakukan masih indikasi dan bukan fogging pencegahan. Ida Ayu Cahyani membantah kalau anggaran penanganan DBD menurun
Di tahun 2016, DBD menjadi kasus luar biasa. Tapi tahun ini, menurutnya, baru menyentuh tahun keempat tapi angkanya sudah tinggi. Pihaknya telah mengantisipasi dengan merelokasi anggaran.
“Harusnya puncaknya tahun 2021 tapi baru tahun keempat angka kasus DBD sudah sangat tinggi,” jelas Cahyani. (ning)