KORANJURI.COM – Persidangan kasus gugatan perdata yang diajukan Yayasan Manggala Praja Adi Purwa (YMPAP) selaku pendiri Akper Pemkab Purworejo terhadap Yayasan Manggala Praja Adi Purwa Purworejo (YMPAPP) selaku yayasan baru pengelola Akper Pemkab Purworejo, terus bergulir.
Pada persidangan Kamis (25/02/2021) di Pengadilan Negeri Purworejo yang diketuai Hakim Samsumar Hidayat, SH, MH, agendanya keterangan saksi yang diajukan oleh kuasa hukum dari tergugat satu dan tergugat dua. Dua saksi yang diajukan, mantan direktur (Wahyu Widodo) dan juga plt direktur keuangan (Murniningsih).
“Intinya di keterangan mereka, hanya mempermasalahkan pembelian tanah yang sekarang ditempati di Grantung, dan menjelaskan tentang demo,” jelas Dewa Antara, SH, Jum’at (26/02/2021), selaku pengacara penggugat.
Mereka berdua itu, jelas Dewa Antara, yang juga hadir dalam persidangan tersebut, sebenarnya sudah mengundurkan diri sebagai direktur dan plt pada tahun 2015. Dan khusus saksi yang direktur itu, diapun sudah diberhentikan oleh pengurus lama, sebagai dosen dan keuangan.
Dalam sidang kemarin juga, terang Dewa, kuasa hukum dari penggugat mengajukan alat bukti dari salah satu pengurus dan pendiri akte 35 (yayasan lama), yakni dr.Sururi, yang pada intinya menerangkan bahwa surat pengunduran diri yang diajukan Sururi yang digunakan oleh tergugat 1 dan 2, yang diajukan sebagai alat bukti di dalam persidangan itu, adalah palsu.
“Karena Sururi merasa tidak pernah membuatnya. Dan surat pernyataan ini akan diajukan sebagai alat bukti tambahan di persidangan selanjutnya,” ungkap Dewa.
Pada persidangan dua minggu yang lalu, ujar Dewa, pihaknya telah meminta kepada majelis hakim, untuk meminta foto kopi dari surat pernyataan Sururi tersebut yang dijadikan alat bukti. Dan akan dijawab minggu depan sekaligus, apakah boleh atau tidak.
“Kami berharap itu dibolehkan, karena itu akan menjadi salah satu bukti adanya pemalsuan surat,” kata Dewa.
Menanggapi adanya dugaan pemalsuan surat pengunduran diri Sururi tersebut, Akhmad Fauzi, salah satu pembina YMPAP mengatakan, surat tersebut sudah ditunjukkan kepada dirinya, saat dia dihadirkan sebagai saksi penggugat.
“Saat itu saya ditanya masalah keaslian surat tersebut tetapi saya tidak berhak memberikan komentar mengenai keaslian surat dr. Sururi tersebut,” jelas Fauzi.
Saat itu Fauzi hanya menjelaskan bahwa sepengetahuannya, sejak rapat terakhir pembina YMPAP pada tahun 2008 di kediaman Marsaid di Desa Bajangrejo, Banyuurip (tanggalnya lupa), tak ada lagi yang mundur kecuali mereka yang memang menyatakan mundur saat rapat pembina tersebut.
Sementara surat dr. Sururi tersebut yang diperlihatkan kepadanya saat sidang, kalau tidak salah lihat, bertahun 2016. Fauzi hanya menyampaikan dihadapan majelis, sebaiknya diklarifikasikan kepada yang bersangkutan.
“Diluar itu semua, kalau benar sebagaimana disampaikan dalam sidang kemarin bahwa dr. Sururi tak pernah membuat surat tersebut, yang berarti surat tersebut dipalsukan, ini bukan lagi masalah perdata, tetapi pidana,” kata Fauzi.
Namun Fauzi tidak tahu bagaimana secara hukum, apakah pidana tersebut ditanggung oleh pembuat surat palsu itu saja, atau juga kepada tergugat, karena advokat mereka kan hanya menerima dokumen dari tergugat. (Jon)