KORANJURI.COM – Ekonomi digital hampir dipastikan bakal menjadi pola yang digunakan generasi kedepan. Hal ini sudah tampak, dan disampaikan oleh sejumlah alumnus ITB saat bertemu dengan pasangan cagub-cawagub Bali nomer urut 1, Koster-Ace, Minggu, 1 April 2018.
I Gusti Putu Kompyang, memaparkan visinya terkait ekonomi kreatif digital. Bali yang memiliki keunggulan demografi harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Selain kreatifitas SDM masyarakat Bali.
“Yang perlu dilakukan saat ini adalah meningkatkan kesiapan SDM,” jelas Putu Kompyang, Minggu, 1 April 2018.
Digital ekonomi kreatif diyakini Kompyang, akan menyerap tenaga kerja dan memutus angka kemiskinan di Bali.
Soal ekonomi kreatif digital, Ketut Medi Suarta menambahkan, digital ekonomi kreatif bisa menjadi poros baru sebagai penggerak roda ekonomi masyarakat.
“Bali ini sangat tepat dijadikan pusat digital ekonomi kreatif. Bali dan kekayaan alamnya sangat menarik, Bali punya daya tarik dan terbuka bagi siapapun. Banyak staryup yang bergerak di Bali,” ujar dia.
Yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah mendorong dengan anggaran, dana pinjaman, menghubungkan dengan pasar dan menyiapkan regulasi dan memberikan insentif. Semua itu bisa dilakukan sepanjang maindset masyarakat bisa berubah.
Di bidang ekspor impor diutarakan Bagus John Sujayana. Total ekspor dari Bali mencapai US$500 juta atau senilai Rp 7-8 triliun.
‘Itu belum termasuk industri logistiknya seperti pengangkutan dari Bali ke negara tujuan,” katanya.
Dari fakta yang ada, ia meminta Koster memperhatikan infrastruktur ekspor langsung ke negara tujuan.
Sementara, Prof. Gelgel Wirasutha memaparkan, saban tahun pangsa pasar dunia untuk obat herbal dan bio teknologi senilai US$ 50 juta.
“Di Indonesia pada tahun 2017 kita impor nilainya mencapai Rp16 triliun, termasuk didalamnya obat herbal,” ucapnya.
Ia berharap Koster mau memperhatikan industri obat herbal dan bio teknologi yang memiliki nilai ekonomis tinggi.
Tak hanya sekadar itu, untuk industri lain yang bisa dikembangkan dalam konteks teknologi pangan disampaikan oleh Ratih yang memiliki konsentrasi terhadap hewan lebah.
“Semua produk pertanian semuanya tergantung oleh lebah. Bali mungkin bisa mencontoh ini,” paparnya. (*)