KORANJURI.COM – Ledakan sampah di Bali tak terkendali dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dan minimnya kesadaran masyarakat.
Kenaikan jumlah wisman juga menyumbang tonase sampah setiap waktu. Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) mencatat, timbulan sampah di
Provinsi Bali pada 2024 mencapai 1,2 juta ton.
Kota Denpasar menjadi penyumbang terbesar
dengan jumlah sampah sekitar 360 ribu ton. Sampah organik yang berasal dari sisa
makanan dan ranting kayu mendominasi sebesar 68,32 persen.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, dalam kurun waktu 2000-2024, timbulan sampah di Bali naik 30 persen.
“Kenaikan timbulan sampah, tidak dibarengi dengan kemampuan pengelolaan dan ketersediaan infrastruktur persampahan di Bali,” kata Fabby.
Menurutnya, penyelesaian masalah sampah perlu pendekatan holistik menekankan pada ekonomi sirkuler yakni, penegakan hukum, pembangunan infrastruktur persampahan, khususnya TPA.
Termasuk, pemberian insentif dan disinsentif ekonomi serta mobilisasi partisipasi masyarakat untuk mengurangi sampah,
dan mengolah sampah organik di tingkat komunitas.
Selain itu, perlu menanamkan bahwa pengolahan sampah di Indonesia sangat mahal, mencapai USD 100/ton.
“Oleh karenanya pengurangan sampah
di sumber adalah pilihan yang paling murah,” ujar Fabby.
Dalam diskusi Bali Bicara Darurat Sampah yang diselenggarakan IESR Pemprov Bali pada Senin (10/2/3025), Kepala Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah B3, Pengendalian Pencemaran
dan Kerusakan Lingkungan DKLH Provinsi Bali I Made Dwi Arbani, pengelolaan sampah di Bali mendapatkan tantangan serius.
“Over kapasitas Tempat Penampungan Akhir (TPA), keterbatasan lahan, serta peningkatan volume sampah setiap tahunnya, juga menjadi persoalan di Bali,” kata Arbani.
Direktur Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali Catur Yudha Hariani mengatakan, dalam jangka pendek perlu peraturan yang memperjelas peran pemerintah, desa adat, masyarakat dan swasta.
“Termasuk, penegakan hukum terkait pengelolaan sampah dan melakukan edukasi secara kolaboratif,” kata Catur. (Way)