KORANJURI.COM – Organisasi tak lepas dari paradigma nasionalisme. Di era sekarang, menurut M. Nuh Fatah dari fraksi PKS DPRD Kota Denpasar, yang terpenting adalah nilai Ketuhanan seperti yang tertuang di sila pertama Pancasila.
“Saya dari fraksi PKS, kebetulan saya membidangi hukum dan pemerintahan di DPRD kota Denpasar yg berafiliasi dengan Fraksi Gerindra. Tapi jika bicara nasionalisme itu harga mati,” ujarnya.
Begitu tingginya nilai ketuhanan yang wajib bagi kader nasionalis dikatakan Nuh, secara langsung harus menjadi ‘kebutuhan’ yang wajib dijadikan pedoman utama bagi organisasi kemahasiswaan atau parpol.
“Kita bisa rasakan hampir, banyak kader yang mengantongi organisasi nasionalis, tapi kurang memahami apa itu nasionalisme sesungguhnya,” tambah Nuh Fatah.
Di tahun 1992, Nur Fatah ikut mendorong DPC GMNI Bali, agar aktif dalam gerakan mahasiswa pada waktu itu. Ketika itu, Alit Kelakan sebagai ketuanya.
“Saya lakukan karena semangat nasionalis semata,” ujarnya demikian.
Di kepengurusan PKS di Bali, organisasinya berpijak terhadap minoritas muslim di Bali. Menurut Nuh, sikap nasionalisme seharusnya tidak dipandang dari mana sosok itu muncul tapi dari kiprah yang ada.
Nuh berharap, dalam diskusi-diskusi tentang nasionalisme, figur-figur yang melekat dengan nasionalisme tetap dilibatkan. Disebutkan Nuh, banyak tokoh-tokoh muslim nasionalis yang akan memberikan pandangan dan meluruskan anggapan terhadap radikalisme yang selama ini berkembang.
Tokoh agama maupun organisasi lainnya dulu selalu mengundang jika ada pertemuan, baik seminar ataupun dalam bentuk lain sebagai narasumber dari tokoh muslim yang nasionalis. Hanya saja, belakangan ini jarang,” ujarnya demikian. (Eka)