Koster Ingin Arak Bali Saingi Sake dan Arak China



KORANJURI.COM – Gubernur Bali Wayan Koster menekankan komitmen dan upayanya untuk menyelesaikan legalisasi arak Bali. Nantinya, tidak ada lagi pelarangan arak diperjualbelikan di masyarakat.
Arak Bali menurut Gubernur, harus bisa menyaingi minuman sejenis, seperti Sake dari Jepang maupun arak dari Cina.
“Harus bisa saingi Sake Jepang dan Arak China, sebagai branding Bali,” jelas Koster, Rumah Jabatan Jayasabha, Denpasar, Jumat (27/7/2019) malam.
Hal itu dikatakan Gubernur ketika menerima tim Direktorat Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Legalisasi arak Bali, menurut Gubernur, harus diupayakan untuk memacu dan menghidupkan ekonomi kerakyatan di masyarakat.
“Pertama harus ada dasar hukum, didukung uji lab dari Badan POM agar tidak ada masalah, terutama dari sisi kesehatan,” tambahnya.
Selama ini, brand minuman alkohol dari luar negeri dengan mudah diterima di Indonesia, dan Bali menjadi salah satu wilayah dengan serspan mikol terbesar untuk kebutuhan pariwisata.
“Minuman beralkohol dari luar boleh masuk (Bali, red), masak yang lokal tidak didukung,” kata Gubernur.
Setelah ada regulasi terkait ijin edar arak Bali, kata Gubernur, nantinya perlu juga ada nota kesepahaman antara petani atau penyadap tuak dengan kalangan industri. Sehingga, petani mendapatkan nilai ekonomis
“Dengan kata lain, tidak hanya kalangan industrinya saja. Ini penting, sebab ini adalah usaha untuk ekonomi kerakyatan,” ujarnya.
Petani lokal secara otodidak punya kemampuan untuk mem-branding produknya. Dalam pandangan gubernur, jika aroma dan rasa sudah diperbaiki, kemasan juga harus dibuat menarik.
Peluang itu didukung Peraturan Gubernur No. 99 tahun 2018 tentang Pemanfaatan Produk Lokal.
Sementara, Dirjen Industri Agro Kemenperin Abdul Rochim menyebutkan, perlu ada wadah untuk mengakomodasi para petani dan industri pembuat arak Bali.
Salah satunya dengan membuat Koperasi atau lembaga lain yang bisa menghimpun para petani. Sehingga menurutnya, kelangsungan arah Bali bisa berjalan dengan lebih baik lagi.
“Saran saya, industri jangan hanya berhubungan dengan satu dua petani saja, melainkan sebanyak-banyaknya,” jelas Abdul Rochim. (*)