KORANJURI.COM – Bali memiliki potensi besar untuk pengembangan energi baru terbarukan (EBT) tenaga surya. Potensi itu juga didukung oleh regulasi Peraturan Gubernur Nomor 45 Tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, potensi penggunaan EBTB di Bali bisa tercapai lebih tinggi dari target 11 persen di tahun 2025.
Menurut Fabby, ketersediaan listrik di Bali sebesar 1200 MW dengan kebutuhan optimal 920 MW. Disitu, kata Fabby, pihaknya melakukan kajian bahwa dengan mengembangkan PLTS Atap, energi mandiri yang tersedia mampu mencapai 26000 MW atau 24 kali lebih besar.
“Dalam rangka melaksanakan peraturan Gubernur tentang Bali energi bersih, yang juga mendorong Bali Mandiri Energi, potensi energi surya bisa dikembangkan secara besar-besaran,” kata Fabby di Denpasar, Jumat, 5 Maret 2021.
Ia tak menampik, pembiayaan awal untuk PLTS Atap cukup tinggi. Namun, itu menjadi investasi jangka panjang yang mampu menekan biaya operasional kebutuhan energi. Fabby mengatakan, usia pakai solar cell mencapai 25-30 tahun dengan investasi maksimal selama 10 tahun.
“Setelah investasi kembali selama 10 tahun, 20 tahun berikutnya, praktis listrik yang dihasilkan gratis. Jadi kalau kita lihat, selama kurun waktu 25 tahun, atau 30 tahun, maka harga listrik PLTS atap jauh lebih murah dari pembangkit manapun,” ujarnya.
Untuk mencapai hal itu, kata Fabby, dibutuhkan sinergi antara pemerintah, kalangan swasta dan masyarakat. Menurutnya, Pergub Bali Nomor 45 Tahun 2019 telah memandatkan, bahwa 20 persen dari bangunan seluas 500 m2 menggunakan panel surya.
Sinergi antara pemerintah, masyarakat dan kalangan swasta, kata Fabby, akan mempercepat tujuan mewujudkan energi bersih di Bali.
“Dalam kondisi seperti ini perlu kepastian. Artinya, Pergub itu perlu dilaksanakan dengan roadmap yang jelas, sehingga Gubernur bisa tahu, PLN juga bisa tahu,” ujarnya.
Di sisi lain, ia melihat Perusahaan Listrik Negara (PLN) kooperatif dengan rencana pengembangan PLTS Atap di Bali. Dengan pasokan EBT yang besar, kata Fabby, PLN sebenarnya juga diuntungkan karena penurunan biaya produksi listrik. Dengan begitu, biaya sistem akan turun.
dengan mengoprimalisi bauran termasuk beban pada pembangkit Tenaga listrik, sehingga PLN bisa menurunkan biaya sistem.
“Saya kira PLN cukup positif merespons ini. Perencanaan ini juga harus disesuaikan dengan kebutuhan yang muncul,” kata Fabby. (Way)