KORANJURI.COM – Dua turis backpacker yang mendirikan tenda saat Nyepi di Pantai Purnama, Gianyar, memiliki alasan sendiri ketika diamankan oleh pecalang.
Kedua WNA itu berasal dari Polandia yakni, Karol Grabinski (KG) laki-laki berusia 40 tahun dan Barbara Karina Walczak (BKW) perempuan berusia 25 tahun.
Setelah berhasil diamankan di Polsek Sukawati, kedua bule itu mengaku mengetahui tentang tradisi Nyepi di Bali. Namun, mereka juga mengaku saat itu tak punya uang untuk sewa hotel.
Mereka pun berinisiatif mendirikan tenda selama satu malam di Bale Bengong di Pantai Purnama, Sukawati, Gianyar pada Rabu, 22 Maret 2023 lalu.
Kepala Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Inteldakim) Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Bali Agung Narayana menjelaskan, kedua WNA itu ke Bali untuk berlibur.
“Tapi di Bali tidak menyewa hotel melainkan mendirikan tenda yang dibawa untuk tinggal di tempat yang mereka kunjungi,” kata Agung Narayana, Sabtu, 25 Maret 2023.
Karena dinilai mengganggu saat umat Hindu Bali melaksanakan upacara Nyepi, kedua turis ‘tas ransel’ itu akhirnya digelandang pecalang ke Polsek Sukawati, Gianyar.
Agung Narayana menambahkan, kedua orang tersebut masuk ke Indonesia melalui tempat pemeriksaan Imigrasi Pelabuhan Dumai. Mereka menggunakan Visa Kunjungan Saat Kedatangan (VKSK) dengan masa berlaku sampai 29 Maret 2023.
Warga Negara Asing tersebut saat ini masih menyiapkan tiket kepulangan kembali ke negaranya untuk proses deportasi.
Sedangkan, Kepala Kanwilkumham Bali Anggiat Napitupulu mengingatkan, agar turis asing yang datang ke Bali berperilaku tertib, serta menghormati hukum dan nilai budaya masyarakat Bali.
“Silakan datang ke Bali dan nikmati segala keindahan alamnya, tapi tetap mengikuti aturan yang berlaku,” kata Anggiat.
APPMB: Tim Pora Kurang Gercep
Sementara, Ketua Aliansi Pelaku Pariwisata Marginal Bali (APPMB) menyoroti masih banyak WNA yang menyalahgunakan ijin tinggal di Bali. Dari temuan di lapangan, APPMB mendapati ada orang asing mengaku telah bermukim di Bali selama 40 tahun.
“Dan itu belum tersentuh Imigrasi. Sebaiknya pula dilakukan supervisi, monitoring dan evaluasi terhadap orang asing secara stabil, periodik dan berkelanjutan,” kata Puspa Negara.
Puspa Negara juga menyinggung perlunya pembentukan tim adhoc penanganan orang asing dengan melibatkan kepala lingkungan, Banjar hingga lembaga di Desa/Kelurahan.
Ia menyebut, sejauh ini tim pengawasan orang asing (Timpora) Imigrasi belum agresif bergerak cepat. Terutama di kantung-kantung wisata yang membuat mereka betah tinggal berlama-lama.
“Entah itu legal atau ilegal. WNA banyak tinggal di Batu Belig, Berawa, Canggu, Munggu, Cemagi, Seseh, Ubud, Payangan, Pecatu, Kutuh, Ungasan, maupun Jimbaran dan sekitarnya,” kata Puspa Negara. (Way)
Baca Artikel Lain KORANJURI di GOOGLE NEWS





