KORANJURI.COM – Penjor menjadi simbol adanya sebuah upacara besar serta kemeriahan. Pada Hari Raya Galungan, penjor biasanya akan dipasang warga pada Selasa Anggara Wara atau saat penampahan atau H-1 menjelang Galungan.
Menjelang perayaan, biasanya pedagang hiasan penjor memanfaatkan momen itu dengan menjual hiasan atau panji-panji untuk mempercantik seutas penjor.
“Sekitar lima belas hari sebelum perayaan kami sudah siapkan semuanya. Dari berbagai jenis hiasan untuk penjor dan perlengkapannya sudah komplit. Dari pengalaman, pembeli akan singgah seminggu sebelum hari raya,” jelas Kadek Astawa pedagang hiasan penjor di di l jalan Bypass Kediri beberapa waktu lalu.
Hiasan utama yang dijualnya terdiri dari dua macam, yakni janur pola dan janur panglima. Dua jenis pola itu merupakan hiasan gantung di ujung bambu. Sedangkan hiasan untuk tubuh bambu disebut kolong-kolong.
Menurut Kadek, membuat penjor adakalanya tidak mengukur biaya. Bahkan satu buah penjor bisa menghabiskan anggaran sampai jutaan rupiah. Kalau sudah begitu, berarti hiasan-hiasan mahal dan meriah yang akan dicari oleh pembeli.
Menurutnya lagi, kejadian seperti itu sudah sering dialaminya. Bahkan, setiap masa Hari Raya Galungan dan Kuningan, dagangan yang dipajang di lapaknya bisa saja terjual habis tanpa sisa.
“Meski sekarang banyak saingan, tapi saya yakin semua akan habis terjual. Karena disini memang pusatnya jualan hiasan penjor. Jadi semua orang larinya kesini,” kata Kadek Astawa.
Jika habis semuanya, dalam waktu dua minggu berjualan keuntungannya bisa mencapai lebih dari dua kali lipat. Kadek memberikan gambaran, modal yang dibutuhkan untuk sekali berjualan, ia mengeluarkan sekitar Rp 20 juta. Biaya sudah termasuk untuk menggaji karyawan yang dibayar secara harian.
Dari hasil penjualannya, uang itu akan kembali sebanyak Rp 50 juta. Nilai yang cukup menggiurkan untuk kerja dalam waktu dua minggu saja.
Hiasan yang ditawarkan ke pembeli bukan hanya yang terbuat dari janur saja, melainkan ada juga bulir-bulir padi atau untaian gabah. Selain itu ada juga sanggah tempat untuk meletakkan sesaji yang biasanya disandingkan dengan penjor. Disitu juga ada simbol-simbol yang bertuliskan huruf Sansekerta.
Direndam Formalin
Untuk membuat hiasan di sebatang bambu penjor diperlukan sebuah kreasi dan kemampuan seni tersendiri. Bahkan karena rumitnya, satu orang per hari hanya menghasilkan satu hiasan.
“Sehari cuma satu hiasan saja per orang. Meski sudah terbiasa tetap cukup rumit dan masih membutuhkan pola sebelum mengiris janur kelapa. Sekali menggunting janur dipastikan harus jadi hiasannya. Sehingga tidak ada janur yang terbuang percuma,” kata Kadek.
Sementara, bahan-bahan yang diperlukan seperti janur kuning, didatangkan secara langsung oleh penyuplai dari Jawa. Sehingga harganya dinilai cukup mahal. Bahkan bulir-bulir padi pun juga harus disuplai dari tanah seberang pulau Bali.
Kualitas dan kerapian untaian bulir padi menurutnya berbeda antara yang berasal dari lokal Bali dengan daerah di wilayah Jawa.
“Disana lebih rapi dan padat bulirnya. Jadi kalau digantung cukup bagus, memang agak mahal. Tapi justru itu yang banyak dicari pembeli,” ungkapnya.
Proses pembuatannya pun memakan waktu cukup lama. Karena janur kuning tidak begitu saja langsung bisa diukir begitu sampai di Bali. Harus ada proses perendaman dengan menggunakan cairan formalin terlebih dulu.
Alasannya, agar lebih menarik untuk hiasan. Warna janur harus berubah lebih pucat dari aslinya. Meski masih ada gradasi warna kuningnya, tapi yang paling dominan adalah warna kuning pucat mendekati warna putih bersih.
Perendaman dengan cairan formalin membutuhkan waktu 3-5 jam. Kemudian dijemur sampai benar-benar kering yang memakan waktu sekitar dua hari.
“Setelah direndam rasanya lebih lunak dari aslinya. Tapi kalau sudah kering menjadi lebih kaku. Proses pengerjaannya paling nyaman ketika dalam keadaan lunak, lebih mudah dipotong. Tapi berhubung produksinya tidak tentu, kadang baru dikerjakan dalam keadaan bahan sudah kaku. Jadi harus ekstra hati-hati biar jangan sampai retak atau robek,” jelasnya.
Perendaman formalin juga berfungsi untuk membunuh hama yang masih menempel pada daun kelapa. Idealnya, janur tersebut direndam di cairan pengawet sebanyak tiga kali. Sehingga kualitasnya mampu bertahan selama bertahun-tahun.
Namun karena pertimbangan membutuhkan waktu lama, pelumasan cairan formalin cukup dilakukan sekali saja. Yang penting, kalau warna kuningnya memudar, sudah cukup layak untuk dikerjakan menjadi sebuah hiasan.
Biasanya, pemrosesan yang cukup lama tersebut diperlukan kalau ada pesanan untuk penjor-penjor khusus yang ada di puri atau pemesanan ketika kerabat puri kedatangan tamu penting.
“Jadi untuk sekali pesan bisa digunakan beberapa kali. Mungkin untuk tahun berikutnya. Janur dengan proses perendaman lama akan sangat sempurna kalau disimpan. Asal penyimpanannya dilakukan dengan benar. Jangan sampai lembab, pasti awet,” ungkap Kadek.
Penjor dengan proses lama dan rumit juga diperlukan untuk kegiatan persembahyangan di Pura besar seperti Pura Besakih. Jenis seperti itu disebut dengan Penjor Sakral. Selain itu, ada juga yang disebut penjor-penjoran atau penjor hiasan yang digunakan untuk sekedar merayakan sesuatu.
Penjor tidak selalu mutlak dipasang setiap hari raya Galungan dan Kuningan. Bahkan, perayaan Natal umat Kristiani pun di halaman gereja juga terlihat kerap memasang atribut penjor.
Ental Bahan Baku Langka
Pada perkembangannya, penjor sudah menjadi perlengkapan untuk sebuah perayaan atau penyambutan tamu penting. Atribut ini nantinya akan dipasang di gerbang halaman rumah atau di pinggir jalan dengan lenkungan ujung penjor menghadap ke tengah jalan.
Pada ujungnya digantungkan sampiyan penjor lengkap dengan porosan dan bunga.
Wayan Rena, penjual lain mengungkapkan, ada bahan lain yang sulit dicari karena harus didatangkan dari daerah di Sumbawa. Namanya Ental.
“Ental dibutuhkan untuk hiasan selain janur, tapi terkadang sulit dicari, kalau pun ada, harga bahan bakunya mahal,” kata Wayan Rena.
Momen Galungan memang membawa berkah tersendiri bagi orang-orang kreatif. Bisnis musiman perlengkapan penjor ini ternyata telah dilakoni sejak lama. Selain dijual di sekitar desa, tidak sedikit pula hasil kerajinan tersebut dijual ke luar daerah sebagai hiasan. (Way)
