12.800 Jiwa Pencari Suaka di Indonesia Berpotensi Pembuat Masalah Sosial

oleh
Operasi Tim Pengawasan Orang Asing (Tim PORA) terhadap keberadaan para pencari suaka di Indonesia - foto: Istimewa

KORANJURI.COM – Jumlah pencari suaka yang ada di Indonesia sebanyak 12.800 jiwa. United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) mencatat, mereka tersebar di tempat penampungan 7.369 jiwa, tinggal mandiri 5.412 jiwa dan 24 jiwa sebagai deteni.

Keberadaan para asylum seeker berpotensi membuat ulah. Terutama para pengungsi tinggal lebih dari 10 tahun di Indonesia sesuai batas maksimal yang diatur dalam peraturan.

“Mereka memiliki potensi sebagai pembuat masalah sosial di lingkungan masyarakat,” kata Bidang Inteldakim Divisi Keimigrasian Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta Telmaizul Syatri, Jumat, 17 Maret 2023.

Telmaizul mengkritisi, UNHCR sebagai pemegang kewenangan terhadap para pencari suaka ini, tidak secara jelas mengatur status refugee dan batasan berada di Indonesia hingga ditempatkan di negara ketiga.

“Karena ketidakjelasan status itu, terjadi penumpukan pengungsi. Sebelum pengungsi yang ditempatkan di negara ketiga, sudah datang pengungsi lain,” jelasnya.

Untuk merapikan keberadaan pengungsi itu, langkah yang diambil yakni dengan membatasi akses ke masyarakat dan ditempatkan dalam satu kelompok.

“Diupayakan juga untuk proses pemulangan secara sukarela dan kalau ada yang melakukan pelanggaran akan dilakukan penegakan hukum bagi pengungsi,” jelas Telmaizul.

Sementara, Assistant Protection Office UNHCR Hendrik Therik mengakui, konflik-konflik baru di berbagai belahan dunia memicu peningkatan mobilitas pengungsi.

Namun menurutnya, grafik registrasi pengungsi yang berada di Indonesia cenderung menurun jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Untuk menangani para pencari suaka yang terdampar di suatu negara, UNHCR memberikan dukungan dalam bentuk bantuan darurat penyelamatan nyawa.

“Kami memastikan perlindungan dan akses kebutuhan dasar dan membantu mencari solusi di luar Indonesia seperti, pemulangan sukarela yang biasanya dibantu dengan IOM dan juga resettlement atau penempatan di negara ketiga.

Jalur alternatif ke negara ketiga, menurut Hendrik, dimungkinkan apabila ada sponsor atau reunifikasi keluarga, jalur pendidikan dan jalur tenaga kerja. (Bob)

Baca Artikel Lain KORANJURI di GOOGLE NEWS