Warga Empat Desa di Boyolali Demo Dibawah Proyek Tol Soker

oleh
Warga di empat Desa di Boyolali menggelar aksi damai dibawah proyek tol flyover Solo-Kertosono (Soker), Minggu, 28 Agustus 2016 - foto: Media/Koranjuri.com

KORANJURI.COM – Ratusan warga dari 4 desa di Kecamatan Ngemplak, Boyolali, Jawa Tengah, menggelar aksi keprihatinan dan doa bersama di bawah Proyek flyover Solo-Kertosono (Soker), Minggu, 28 Agustus 2016. Aksi tersebut dilakukan terkait dampak proyek tol Soker yang sedang dibangun seperti penutupan jalan yang sebelumnya dijadikan akses warga dalam menjalankan aktifitasnya.

Dalam aksi itu, warga memasang spanduk yang berisi pernyataan dan keluhan keluhan atas dampak proyek jalan tol itu. Warga juga berdoa agar masalah tersebut bisa cepat selesai dengan baik.

Sekretaris Forum Masyarakat Donohudan (FMD), Catur Sudarto (46) mengatakan, ada empat desa yang terdampak secara langsung yakni, Desa Giriroto, Donohudan, Pandeyan, dan Kismoyoso.

“Misalnya sekarang bisa dilihat, banyak akses jalan vital warga mendadak ditutup oleh jalan tol tersebut. Dan ini menjadi masalah yang paling mendesak, karena mayoritas warga yang tadinya bisa melintas dengan lancar antar desa, sekarang menjadi bingung,” ujar Catur Sudarto ditemui saat menggelar aksi dibawah flyover, Minggu, 28 Agustus 2016.

Memang menurut Catur Sudarto, sekarang sudah dibangun akase jalan yang digunakan untuk menyeberangi tol tersebut. Hanya saja, jalan yang dibangun oleh kontraktor jalan tol tidak sesuai dengan apa yang diinginkan warga. Pasalnya, jalan-jalan yang akan dipakai menyeberang jalan tol tersebut adalah over pass. Jalan tersebut terbukti tidak sesuai dengan kebutuhan warga sekitar jalan tol.

Dikatakan Catur Sudarto, selama ini warga menjalankan aktifitas harian dengan moda transportasi manual seperti menggunakan sepeda kayuh (onthel), becak, gerobak, dan lain-lain.

“Yang paling mengeluh adalah para ibu-ibu bakul pasar, anak sekolah, pedagang dengan gerobak kaki lima, dan lain-lain. Lantaran semua mengandalkan sarana manual tersebut untuk dipakai bekerja dan bersekolah setiap harinya,” paparnya sewaktu memulai acara aksi tersebut.

Dalam pandangan warga, flyover hanya cocok dipakai oleh kendaraan bermesin atau bermotor. Selain itu, jalan over pass yang sudah dibangun oleh pihak proyek banyak yang terlihat berbahaya. Misalnya terlihat cor-coran betonnya yang sudah retak, dan beberapa terlihat rembesan air.

Diakui Catur Sudarto, mediasi untuk menemukan kesepakatakan pernah dilakukan pemerintah dan masyarakat. Namun warga tetap bersikukuh dibuatkan akses jalan antar desa.

“Setelah warga dulu bolak-balik menuntut dan demo, akhirnya memang dibuatkan jalan akses antar desa sesuai permintaan warga, yaitu jalan underpass, atau menyeberang lewat bawah jalan tol. Namun sayangnya, jalan yang dibangun tersebut, setelah selesai ternyata masih belum sesuai dengan keinginan warga,” sambungnya.
 

Ganti Rugi Lahan Belum Selesai

KORANJURI.com di Google News