Keberadaan kampung Islam di wilayah Pulau Serangan, diceritakan Mohammad Mansyur, berawal dari kedatangan Syekh Haji Mu’min yang hijrah ke pulau Dewata dengan menggunakan perahu Pinisi. Kepergiannya ke Bali, dilatarbelakangi perbedaan pendapat dengan saudaranya yang pro Belanda. Sedangkan Syekh Haji Mu’min sangat anti kolonial.
“Beliau tidak mau ribut dengan saudaranya maka memutuskan untuk keluar dari Bugis, sekitar tahun 1917-an,” terang bapak yang juga bertugas sebagai juru kunci makam tua di kampung itu.
Para perantau yang datang ke Serangan ini umumnya berasal dari Bugis Wajo, dan ada pula dari Sopeng atau Bone. Mereka berlayar dengan menumpang sebuah kapal dan berlabuh di pantai Pulau Serangan. Pantai tempat kapal itu bersandar pertama kali kemudian disebut dengan Labuan Bajo.
Kedatangan puluhan orang asing dengan sebuah kapal besar itu dilaporkan warga kepada Raja Badung, penguasa wilayah Denpasar. Kemudian raja mengirim utusannya yang meminta para orang asing ini memperkenalkan diri mereka dan mengungkapkan apa maksud kedatangannya ke wilayah Kerajaan Badung atau sekarang Denpasar.
“Kedatangan Syekh Haji Mu’min dan puluhan perantau Bugis ini diterima secara baik oleh Raja Badung. Namun, demi menjaga keamanan wilayahnya, Raja Badung meminta Syekh Haji Mu’min dan pengikutnya tinggal di dekat istana untuk sementara waktu. Tapi saat itu, Raja sudah tahu kalau Syekh Haji Mu’min bukan orang kebanyakan. Dari tutur katanya yang halus, raja tahu Syekh Haji berasal dari keturunan ningrat,” cerita Haji Mohammad Mansyur.
Karena merasa tidak betah tinggal di dalam lingkungan istana, Syekh Haji Mu’min meminta izin kepada Raja Badung agar mereka diperbolehkan berdiam di dekat pantai. Itu dikarenakan, bakat dan jiwa masyarakat Bugis adalah nelayan. Permintaan itu dikabulkan raja.
Syekh Haji Mumin beserta pengikutnya kemudian membuka lahan di bagian selatan Pulau Serangan. Hubungan antara para perantau Bugis di Pulau Serangan dan Kerajaan Badung pun terjalin erat, bahkan para perantau Bugis ini dipercaya Raja Badung untuk menjadi penghubung perdagangan.
Saat Kerajaan Badung kewalahan dalam peperangannya dengan Kerajaan Mengwi, Raja Badung meminta para perantau Bugis ini bergabung sebagai laskar kerajaan. Laskar gabungan ini dengan mudah menundukkan laskar Kerajaan Mengwi, yang terkenal sakti dan lihai berperang.
Kemenangan diraih Raja Badung, dan sebagai tanda jasa, para perantau ini dilindungi oleh Kerajaan Badung dan diberikan hak mendiami sebagian wilayah Pulau Serangan.
Ketika perantau Bugis leluhur berencana membangun masjid, Raja Badung saat itu langsung memberikan sumbangan bahan bangunan. Hubungan baik itu terjalin sampai sekarang. Dalam setiap upacara keagamaan, Cokorda Pemecutan, Raja Denpasar sekarang, selalu hadir dan memberikan sumbangan.
“Kami juga selalu diundang ke Puri kalau ada acara-acara khusus atau persembahyangan. jadi hubungan kami dengan Puri Pemecutan masih terjalin baik hingga sekarang ini,” tutur Haji Mohammad Mansyur.
Way