Sarat tradisi dan Budaya Unik, Ini Kekhasan Desa Wisata Belimbingsari

oleh
Desa Wisata Belimbingsari di Kecamatan Melaya, Jembrana dengan Gereja Protestan berornamen khas Bali - foto: Koranjuri.com

KORANJURI.COM – Desa Wisata Belimbingsari menjadi salah satu destinasi wisata di Bali Barat. Desa ini cukup unik dengan tampilan unsur budaya Bali yang berbaur dengan tradisi Kristen. Disitu juga berdiri sebuah gereja dengan ornamen khas Bali.

Tata cara ibadah juga berbahasa Bali, termasuk busana adat Bali yang dikenakan jemaat ketika beribadah. Desa Wisata Belimbingsari juga dikenal sebagai desa toleransi antar umat beragama. Tak jauh dari desa penerima penghargaan Desa Wisata Terbaik se-Indonesia itu, juga berdiri tempat ibadah lain seperti pura dan masjid.

Ketua Komite Pariwisata Desa Wisata Belimbingsari I Gede Sudigda mengatakan, pengunjung gereja Kristen PNIEL Belimbingsari bukan hanya umat Kristiani. Keunikannya menjadi daya tarik wisatawan dari berbagai latarbelakang.

“Banyak saudara-saudara kita umat Muslim ingin melihat keunikan gereja, belum lagi wisatawan asing. Jadi, Desa kami disini juga dikenal punya toleransi tinggi,” kata Sudigda, Senin, 12 Oktober 2020.

Desa Belimbingsari memberdayakan masyarakat dengan terlibat langsung dalam pengelolaan akomodasi pariwisata. Sudigda mengatakan, warga memanfaatkan lahan rumah mereka untuk membangun penginapan dengan kelas layaknya kamar-kamar di hotel.

Jenis kamar terdiri dari kelas standar room, deluxe room dan suit room. Masing masing kamar berbeda fasilitas disesuaikan dengan kelas yang dipilih.

“Warga disini rata-rata punya lahan luas. Mereka membangun sendiri akomodasi pariwisata, kemudian kami (Komite Pariwisata) mengelola dan memasarkannya baik offline maupun online,” kata Sudigda.

Kerjasama antara Komite Pariwisata Desa Belimbingsari dan warga berbuah manis. Dari 167 KK yang ada di desa itu, hampir semua rumah warga punya akomodasi penginapan. Standar kamarnya pun berbeda sesuai dengan kemampuan warga membangun standar penginapannya.

“Jadi wisatawan yang datang kemari menginapnya di areal rumah warga, hanya lokasinya tidak dalam satu rumah. Penginapan berada dalam satu pekarangan,” kata Sudigda.

Disitu, peran Komite Pariwisata Desa Belimbingsari sebagai jembatan antara penyedia akomodasi pariwisata dan wisatawan. Sudigda mengatakan, pihaknya mengambil keuntungan tak lebih dari 10 persen dari transaksi yang ada.

“Misalnya harga kamar Rp 400 ribu, paling kami mengambil Rp 50 ribu, termasuk akomodasi lain seperti konsumsi, yang kami ambil tidak banyak,” jelas Sudigda. (Way)

KORANJURI.com di Google News