Peneliti UNUD: Sampah yang Tertinggal di Pantai Kuta, 60 Persennya Sampah Plastik



KORANJURI.COM – Pendataan yang dilakukan dari sampah-sampah di Pantai Kuta sepanjang 1,5 tahun ke belakang, 60% nya adalah sampah plastik. Fakta itu diungkapkan peneliti Oceanografi Universitas Udayana I Gede Hendrawan, S.Si.,M.Si., Ph.D.
Menurutnya, prosentase yang besar dari sampah plastik itu cukup mengkhawatirkan. Mengingat, hal itu akan berpengaruh pada rantai makanan, yang secara linier, hasil laut akan dikonsumsi oleh manusia.
“Ini sangat mengkhawatirkan. Ketika terjadi rantai makanan, populasi laut yang terkontaminasi mikro plastik akan masuk ke tubuh manusia,” kata Hendrawan pada Focus Group Discussion (FGD) ‘Bali Darurat Sampah’ yang digelar Jaringan Jurnalis Peduli Sampah (J2PS), Kamis, 16 Maret 2023.
Dari pendataan yang dilakukan sampah yang mendarat di Pantai Kuta merupakan akumulasi siklus periode setiap November dengan puncak di bulan Maret. Istilah ‘angin barat’, menjadi musim yang setiap tahun berulang. Gelombang laut yang cukup besar akan ditumpangi ‘penumpang gelap’ yang disebut sampah.
“Dari traking partikel, pola arus di Samudera Hindia masuk Selat Bali, Banyuwangi, kemudian berbelok ke pesisir Bali Selatan. Kuta sendiri berada di wilayah berbentuk seperti cekungan atau kail. Jadi, sampah itu lebih banyak terkonsentrasi di areal pantai sekitar Kuta,” jelas Hendrawan.
Menurutnya, kondisi sampah di sekitar Pantai Kuta tidak semuanya merupakan sampah kiriman dari daerah lain. Bali juga menjadi penyumbang penumpukan sampah di laut.
Dari penelitian jejak sampah yang terdampar di Pantai Kuta, kata Hendrawan, usia sampah bisa teridentifikasi, apakah sampah lama atau baru. Ia mencontohkan, sampah batang kayu akan terlihat keberadaannya sudah cukup lama terombang-ambing di tengah laut.
“Mungkin bisa 2 tahun sebelumnya ada di Samudera Pasifik. Kalau (sampah) berasal dari Bali pasti keliatan jejaknya,” ujarnya.
Hendrawan memperjelas, secara definisi, sampah berasal dari manusia yang timbul oleh aktifitas yang sengaja atau tidak sengaja, sehingga menghasilkan residu yang masuk ke laut dan terjadi pencemaran.
Sementara, Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI) Bali Putu Ivan Yunatana menambahkan, mengelola sampah tidak bisa hanya dengan wacana, tapi harus berbuat.
“Regulasi (penanganan sampah) yang ada sangat baik, namun sayangnya eksekusi di lapangan belum maksimal,” kata Ivan yang menjadi salah satu narasumber dalam FGD tersebut.
“Yang jadi masalah saat ini, sampah tercampur antara organik dan anorganik, itu karena perilaku kita sendiri. Kita harus memilahnya,” tambahnya. (Way)
Baca Artikel Lain KORANJURI di GOOGLE NEWS