KORANJURI.COM – RA Kartini dalam memperjuangkan emansipasi lebih dari seabad silam, kini telah menjelma menjadi pengakuan bahwa kaum wanita pada hakekatnya memiliki hak setara dengan kaum laki-laki. Di era kekinian, Kartini moderen pun bermunculan. Mereka membawa perubahan dalam segala bidang dan tidak terkungkung dengan norma-norma yang membatasi untuk maju dan berkembang. Berikut penuturan para Kartini di jaman globalisasi.
Dewi Indah Damayanti, Ketua DPD Nasdem Provinsi Banten menuturkan, Kartini masa kini sesuai dengan restorasi Partai Nasdem. Program Partai Nasdem dengan pemberdayaan perempuan sebagai perempuan tangguh sangat cocok diterapkan di masyarakat. Dengan segala konsekuensi logis, perempuan Nasdem memperjuangkan keseimbangan gender di dunia politik maupun di lini lainnya.
“Syukurnya sebelum partai Nasdem terbentuk, saya sudah lama melebur dengan ormas Nasdem sejak berdiri di seluruh Indonesia. Jadi saya sangat bangga betul menjadi kader Nasdem yang peduli dengan keberpihakan perempuan di kancah politik,” ujar Dewi Indah Damayani.
Ada tanggungjawab besar yang diemban perempuan yang akrab disapa Indah ini sebagai Ketua DPD Nasdem. Namun, tugas itu tak membuatnya gentar menghadapi segala hiruk pikuk perpolitikan.
“Saya enjoy saja. Karena kami lakukan semua hal yang sangat positif untuk kamaslahatan orang banyak. Sebagai Kartini yang tak ubahnya bagai Cut nyak Dien, saya selalu berjuang demi masyarakat Indonesia,” ujar Indah.
Dengan posisinya sekarang, Indah lebih percaya diri mengajak perempuan lain untuk ikut berkiprah di panggung politik. Politik sekarang, menurut Indah, tak lagi seseram seperti masa-masa sebelumnya. Ia menyebut, perempuan sekarang sudah cerdas.
Perempuan Penyeimbang Kehidupan
Kesetaraan gender menurut kader PDIP, Dra. Made Laksmi Puspareni merupakan hak untuk menyampaikan pendapat. Tidak itu saja, perempuan juga harus mampu berkiprah sesuai khitahnya sebagai seorang ibu yang menjadi suri tauladan di mata keluarga dan masyarakat.
“Emansipasi wanita saat ini dan kedepan harus menjadi perempuan yang berlandaskan soko guru,” jelas Made Laksmi.
Soko guru menurut Laksmi, perempuan harus mampu menjadi pengendali serta penyeimbang dalam kehidupan. Apa yang dilakukan perempuan seyogyanya mengikuti norma dan kaedah sesuai kodratnya.
Ia juga memiliki pandangan jika dalam melakukan sesuatu, perempuan mesti mengantongi restu dari orang-orang terdekatnya. Restu untuk perempuan, dikatakan Laksmi ibarat rekomendasi yang mesti dikantongi sebagai surat jalan.
“Ya jika dia adalah seorang istri tentulah ada suami dan orang tua sebagai pemberi restunya. Jika sudah ada restu maka perempuan tidak akan sulit untuk berkiprah dibidang apapun,” ujarnya.
Laksmi mengatakan, perempuan harus berani dalam makna positif termasuk harus bersedia berkompetisi dalam segala lini. Khusus dalam politik, perempuan sudah disiapkan kuota 30 persen untuk berpartisipasi di bidang politik.
Laksmi menghimbau kepada para perempuan agar selalu berkiprah di bidang masing-masing. Hal itulah yang dilakukan Kartini di era kekinian tanpa ada kesenjangan gender. Sebagai ibu dari banyak pemuda pemudi di lingkungannya, Laksmi terus memotivasi pentingnya meniru nilai-nilai yang diperankan oleh RA. Kartini.
Sinergisitas Kartini Kekinian dengan Nilai Kaidah Agama Harus Kokoh
Sejatinya Kartini ‘jaman now’ adalah sosok perempuan, meski sudah memiliki kedudukan dan pekerjaan lebih baik, tapi tetap menjalankan perannya sebagai istri dan ibu dalam rumah tangganya. Sehingga dapat mencetak generasi penerus yang berkualitas dalam beragama dan bernegara. Perjuangan Kartini harus sinergi dengan nilai dan kaidah norma agama.
“Wanita harus berada dan terlibat dalam berbagai sektor. Baik itu sebagai politisi, budayawan dan sektor sektor strategis lainnya dalam kehidupan bermasyarakat,” jelas Vera Ayu, perempuan yang duduk di DPRD Tangerang Selatan dari Fraksi Hanura.
Namun sedikit mencermati wanita jaman sekarang, simpul simpul Kartini khususnya di tanah air kita agak sedikit kebablasan.
Namun Vera mengingatkan, sehebat dan sebagus apapun karir perempuan, kenyataannya harus kembali pada nilai dasar. Di dalam keluarganya, perempuan harus memposisikan sebagai istri mendampingi suami, sekaligus seorang ibu yang harus mampu mendidik anak-anaknya. Peran itu, harus diperhatikan betul dan menjadi prioritas.
“Seperti apapun sibuknya menghadapi pekerjaan atau pengabdian kepada masyarakat dan negara, perempuan tetaplah perempuan, harus menjadi istri dan ibu yang baik untuk keluarganya,” ujar Vera Ayu. (Eka)