KORANJURI.COM – Srawung Budaya Kecamatan Jebres 2016 akan digelar selama 3 hari penuh mulai tanggal 8-10 Desember 2016. Kegiatan itu mengambil tema, ‘Dolanan Bocah Tradisional dan Kreatifitas Kekinian’.
Dalam event Srawung Budaya nanti akan digelar beragam acara. Misalnya Sarasehan Budaya berlokasi di pendapa SMKN 8 (SMKI) Surakarta pada tanggal 17 Oktober 2016. Selain itu, akan diadakan gelar seni budaya warga Jebres, gelar kuliner warga Jebres.
“Kami sengaja memakai judul Srawung Budaya, agar lebih membumi dalam menggali nilai-nilai khas budaya Jawa,” ujar Teguh Prihadi (43), ketua panitia acara Srawung Budaya tersebut dalam keterangan jumpa pers di kantor kalurahan Kepatihan Wetan, Jumat, 14 Oktober 2016 kemarin.
Teguh mengatakan, dalam acara tersebut akan memunculkan kembali seni dolanan bocah tradisional. Khususnya dolanan bocah khas masyarakat Jawa yang sekarang mulai tergerus oleh jaman. Ia menilai, dolanan bocah tradisional, dulunya diciptakan oleh para leluhur tentunya dengan pemikiran yang matang.
Misalnya dolanan engklek, lompat tali, sethokan (senjata bambu dengan peluru kertas basah), Jalungan, gobak sodor, egrang, dan masih banyak yang lain. Permainan atau dolanan tersebut terbukti mengandung banyak makna dan fungsi sosial yang bagus untuk perkembangan si anak.
“Selain itu si anak juga dididik untuk hidup secara sosial. Artinya bisa beradaptasi bagaimana bergaul dengan teman, atau merespon masalah-masalah yang muncul dengan teman-teman lingkungannya,” ujar Teguh.
Teguh menambahkan, dengan pembauran secara sosial, mereka sudah terlatih hidup bersosialisasi dan membangun peradaban positif dengan sesamanya. Sehingga tidak terjebak hanya dengan mengandalkan perangkat canggih seperti komputer, gadget, televisi, internet, atau perangkat canggih lainnya.
Event Srawung budaya sendiri bermakna bertemu atau bergaul dengan sesama tanpa adanya sekat atau batas. Event tahunan ini juga akan mempertemukan semua potensi budaya di semua kampung yang masuk dalam kecamatan Jebres.
Semua potensi tersebut akan digeber untuk membuktikan bahwa potensi kampung sesungguhnya merupakan pemasok budaya yang berasal langsung dari akarnya.
“Beberapa lembaga atau institusi seni dan budaya yang ada merupakan aset bagi warga kampung atau potensi daerah itu sendiri,” jelas Teguh.
Media