KORANJURI.COM – Desa Kamasan di Kabupaten Klungkung merupakan sentra kerajinan logam yang ada di Bali. Meski terkenal dengan desa kerajinan logam, namun yang paling unik adalah kerajinan ukir longsongan peluru.
Salah satu pengrajin ukiran longsongan peluru I Made Sumerta mengatakan, logam bekas sarana alutsista itu bisa diukir menjadi berbagai bentuk seperti vas bunga maupun simbol-simbol TNI.
“Pembeli paling banyak berasal dari pulau Jawa. Pesanan pun juga banyak datang dari sana, terutama dari kalangan militer,” kata Made Sumerta beberapa waktu lalu.
Pria yang meniti karir di bidang ukir peluru sejak 1976 itu menambahkan, jika tidak semua ukuran longsongan peluru bisa diukir. Ukuran standar untuk bahan baku dari yang terkecil yakni, 57 mm, 76 mm, 105 mm, dan paling besar 120 mm.
“Sedangkan, di ukuran 57 mm tidak bisa diukir karena terlalu kecil,” jelasnya.
Desa Kamasan sejak dulu menjadi pusat kerajinan logam. Kamasan sendiri merupakan kependekan dari Keemasan. Karena hampir setiap warga di desa itu adalah pengrajin logam.
Menurut Sumerta, awalnya ia tidak pernah berpikir akan mengembangkan ketrampilannya menjadi pengukir peluru bekas.
“Awalnya cuma saya sendiri yang mengembangkan teknik ini dan akhirnya berkembang seperti sekarang,” jelasnya.
Teknik yang digunakan I Made Sumerta sebelum mengukir adalah, membakar selongsong peluru diatas tungku hingga membara. Tujuannya agar logam kuningan menjadi lebih lunak dan mudah untuk diukir.
Kemudian, di dalam lobang mesiu dimasukkan getah kayu meranti yang sudah dicairkan. Getah kayu meranti yang di Bali disebut gala-gala dan di Jawa disebut jabung itu, berfungsi untuk memudahkan pengukiran.
“Karena sifat getah itu bisa sangat padat kalau sudah mengering. Jadi fungsinya untuk menutup lobang peluru biar ketika diukir lebih mudah. Kalau ukiran sudah selesai, tinggal bakar lagi untuk melelehkan getahnya,” terangnya.
Sumerta mengaku, dalam sebulan hanya mampu menyelesaikan sepuluh buah ukiran peluru bekas. Itupun, juga melihat tingkat kesulitan yang ada. Dalam pengalamannya, ia pernah membuat hiasan selongsong peluru yang memakan waktu sampai dua bulan.
Saat itu, ia membuat ukiran lambang negara Garuda Pancasila yang dibuat menempel pada selongsong peluru berukuran 120 mm. Lebar sayap mencapai 1 meter dan tinggi 1,5 meter.
Meski mengaku tidak ada kendala dalam pengerjaannya, namun ia harus melakukan pengukiran secara detail sesuai jumlah bulu di bagian sayap, ekor, dan leher pada lambang Garuda Pancasila. (Way)
Baca Artikel Lain KORANJURI di GOOGLE NEWS