KORANJURI.COM – Kebijakan kantong plastik berbayar yang diterapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, justru menuai kontroversi. LSM Lembaga Penyelamat Aset dan Anggaran Negara Republik Indonesia (LAPAAN) RI menuding kebijakan tersebut akan berdampak pada konsumen di tingkat pasar tradisional.
Ketua LAPAAN RI, BRMH. Kusuma Putra mengatakan, kebijakan tersebut justru merugikan masyarakat kecil.
“Kebijakan Menteri KLHK adalah kebijakan setengah-setengah, jika tidak bisa membuat kebijakan yang tegas mendingan mundur saja,” ujar Kusuma Putra, Selasa 23 Februari 2016.
Di pihak lain Kusuma Putra mengaku, banyak dukungan program kantong plastik berbayar. Namun pengenaan harga minimal sebesar Rp 200 dinilai tidak efektif mengurangi emisi sampah plastik.
Perbandingannya, menurut Kusuma Putra, penghasil sampah plastik terbesar berada di pasar tradisional. Sedangkan pasar moderen sekitar 30 persen.
“Dampak dari kebijakan itu harga kantong plastik bisa melonjak sangat tinggi dan menimbulkan monopoli dan persaingan tidak sehat di dunia usaha,” ujarnya.
Menurut Kusuma, seharusnya diterapkan kebijakan lain untuk mengurangi limbah sampah plastik di Indonesia. Pemanfaatan sampah plastik yang diolah menjadi pembangkit listrik disebutkan, bisa menjadi solusi.
Selain itu, edukasi di tingkat pendidikan tentang bahaya sampah plastik untuk kesehatan dinilai menjadi salah satu cara yang paling tepat untuk mengurangi emisi sampah plastik di masa depan.
Mengkritisi kebijakan Menteri KLHK tentang kantong plastik berbayar, sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat di wilayah Solo, Jawa Tengah akan menggelar aksi di Bundaran Gladak Solo, Kamis, 25 Februari 2016.
jud