KORANJURI.COM – Tak terima adanya dugaan mafia tanah menyerobot aset negara, Lapaan RI mendatangi DPRD Surakarta. Dalam audensi, Lapaan RI diterima oleh wakil-wakil dari komisi I bidang hukum dan pemerintahan. Sebetulnya, untuk bidang aset negara, wakil dari komisi III yang paling berkompeten. Meskipun begitu wakil dari komisi I mengatakan, akan segera menyampaikan uneg-uneg tersebut kepada pimpinan DPRD serta komisi III.
Lembaga Pengawas Anggaran dan Aset Negara Republik Indonesia (Lapaan RI) diwakili oleh Kusuma Putra S.H, MH, serta Trisno Wibowo SH, selaku ketua tim kuasa hukum. Dalam penyampaiannya, Kusuma mengatakan, ada dugaan kuat terjadinya permainan mafia tanah di wilayah Solo. Yaitu sebidang tanah/bangunan seluas 2.870 m2 yang menjadi aset atau milik negara, tiba-tiba berganti kepemilikan pribadi atau swasta. Yang menjadi masalah prosedur pindah kepemilikan tersebut sarat dengan kejanggalan.
“Diantaranya permohonan sertifikat pemilik baru yang sangat cepat. Permohonan yang diajukan pada tanggal 21 November 2016, bisa langsung terbit pada tanggal 23 Novembernya,” kata Kusuma di tengah paparannya.
Dari beragam kejanggalan tersebut sangat diduga ada praktek gratifikasi. Dan yang membuat miris tentu saja ada perlakuan diskriminasi atas layanan birokrasi pemerintah kepada rakyat. Terutama layanan lembaga BPN kepada warga yang mengurus sertifikat lahan.
Lahan yang dimaksud dalam laporan Lapaan RI tersebut berada di Jl. Ahmad Yani, atau sebelah barat trafic-light Sumber, perbatasan Laweyan-Banjarsari, Surakarta. Dari berbagai temuan data yang ada, saat proses pengalihan sertifikat, diduga kuat ada kongkalikong antara pihak pemerintahan Kalurahan Kerten, Kecamatan Laweyan, pemilik baru, serta lembaha BPN Surakarta. Sesuai UU Pokok Agraria, UU Perpajakan, diduga banyak terjadi penyimpangan atau kejanggalan dalam prosesnya.
“Sehingga menurut pandangan kami, proses tersebut tidak sah dan sangat merugikan negara. Dengan kata lain merugikan rakyat. Karena lahan seluas itu seharusnya bisa berguna untuk kepentingan rakyat banyak, bukan hanya dikuasai oleh individu untuk kepentingan pribadi,” sambung Kusuma.
Dari pantauan di lapangan, lahan tersebut saat ini digunakan sebagai tempat bengkel atau rekayasa bahan-bahan industri mekanik. Dari data yang ditemukan oleh Lapaan RI, lahan tersebut dulunya dibeli oleh pemilik baru seharga sekitar 15 Milyard. Dan menurut rumor yang terdengar, saat ini dalam proses ditawarkan kepada pihak lain seharga Rp 30 milyar.
Dari temuan itulah, Lapaan RI berharap agar pihak yang berwenang bisa segara membentuk tim investigasi untuk melacak histori dari kepemilikan lahan tersebut. Selain itu juga segera membuat inventarisasi tentang peta, atau data aset negara yang ada di seluruh kawasan kota Surakarta. Karena bukan tidak mungkin, hal serupa akan bisa terulang kembali di lain hari.
“Karena pengalaman kami di lapangan, banyak kepala Kalurahan mengaku tidak mempunyai data atau buku tanah tentang aset negara di wilayahnya masing-masing,” ulasnya dengan geram.
Sementara itu dari wakil komisi I, Harsono mengatakan bahwa pihaknya belum bisa sependapat jika lahan yang dimaksud adalah benar aset negara (Pemkot Solo). Karena menurutnya jika benar aset pemkot tentu prosedurnya sangat ketat. Misalnya harus melewati pengesahan Walikota. Bahkan jika luasnya di atas ribuan meter, juga harus melewati pengesahan Gubernur.
Pihaknya hanya menjanjikan akan segera menindaklanjuti laporan tersebut. Yaitu dengan menggali informasi tentang proses sertifikasi lahan tersebut. Termasuk memanggil mantan Kepala Kalurahan Kerten, dan mantan Kepala Kecamatan Laweyan saat proses sertifikasi tersebut berlangsung.
Pihak DPRD juga mengucapkan terima-kasih yang banyak atas laporan tersebut. Sehingga bisa segera mengecek apakah benar telah terjadi indikasi pemalsuan data atas terbitnya sertifikat itu. Karena jika benar terjadi seperti dugaan yang dilaporkan Lapaan RI, tentu saja negara sangat dirugikan. Sementara itu pihak Lapaan RI sendiri mengatakan, jika kasus tersebut tidak segera ditindak-lanjuti, akan melakukan class action, atau gugatan masa kepada lembaga atau pihak yang dinilai telah melanggar hukum. (Med)