KORANJURI.COM – Dipecat tanpa alasan yang jelas, empat guru SMK Nurussalaf Kemiri, Purworejo, protes. Mereka memprotes keras, tindakan pihak Yayasan Nurussalaf, yang dianggapnya sewenang-wenang.
Keempat guru ini, Rahmat Adhi Wibowo (guru TKR, TSM kelas X, XI), Hangga Permana (guru TKR kelas XI), Tri Ardiyanto (guru TKJ kelas XII), dan Burhan Subekti (guru fisika kelas XII). Selain mereka, ada satu karyawan yang juga mengalami pemecatan.
“Surat pemberhentian hubungan kerja ini, tidak melalui prosedur yang benar. Tanpa ada surat peringatan dan proses pemanggilan, kami langsung diberhentikan,” jelas Rahmat, mewakili teman-temannya, Kamis (20/12), di depan para wartawan.
Rahmat menilai, keputusan tersebut sepihak. Ketika ditanyakan alasan pemecatan dirinya dan ketiga temannya itu, pihak Yayasan Nurussalaf tidak mau menjelaskan. Dalam surat pemberhentian bernomor 063.a/Y.NS/XI/2018 tertanggal 23 November 2018 hanya tertulis, bahwa pihak yang bersangkutan sudah tidak sejalan/perbedaan visi misi sekolah.
Rahmat dan ketiga temannya tak paham, maksud dari keterangan sudah tidak sejalan/perbedaan visi misi sekolah. Pihak yayasan juga tak menjelaskannya. Merasa menjadi korban ketidakadilan, Rahmat meminta pihak yayasan meninjau ulang surat pemecatan itu.
“Kalau memang alasannya jelas, dan sesuai prosedur, kita tidak mempermasalahkannya. Kita menilai, karena dianggap sebagai ‘penghalang’, maka kita disingkirkan,” jelas Rahmat, yang didampingi Hangga Permana.
Cerita Rahmat, di SMK Nurussalaf Kemiri, sempat terjadi dua kali unjuk rasa, tanggal 22 dan 24 November 2018, yang dilakukan para siswa. Dalam demo ini, siswa menuntut hak atas atribut/kelengkapan seragam yang belum dibagikan, ketidaktransparanan atas penarikan uang galon Rp 15 ribu per siswa, serta siswa siswi yang merasa diperlakukan tidak adil.
Pasca unjuk rasa tersebut, jelas Rahmat, mereka berempat dianggap sebagai penggerak demo. Dari sinilah, akhirnya muncul surat pemberhentian hubungan kerja yang dikeluarkan yayasan, tanpa ada proses pemanggilan dan surat peringatan terlebih dahulu.
“Alasan itu mengada-ada. Unjuk rasa itu atas inisiatif siswa sendiri,” terang Rahmat.
Lebih jauh Rahmat menjelaskan, bahwa sebenarnya, ada beberapa dugaan penyimpangan yang dilakukan oleh oknum di sekolah dan yayasan, khususnya terkait dengan dana BOS, serta kebijakan sekolah yang sudah tak sesuai dengan peraturan sekolah.
Penyimpangan itu, antara lain, ada adanya penyelewengan dana BOS tahun 2017 sebesar Rp 42 juta, yang dipinjam bendahara yayasan, dan belum dikembalikan, padahal pelaporan dana BOS sudah selesai.
“Ada beberapa siswa yang melakukan tindakan asusila. Sesuai peraturan sekolah, mereka harus dikeluarkan. Tapi ternyata, hal itu tidak dilakukan. Ada apa ini?” Kata Rahmat.
Dengan pendampingan dari LPRI (Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia) Jateng, dugaan praktik tindak korupsi dan pungli di SMK Nurussalaf Kemiri ini, sudah dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Propinsi Jawa Tengah.
“Sudah kita laporkan secara resmi, dengan disertai bukti-bukti. Kita meminta, pihak kejaksaan segera menindaklanjuti laporan ini,” jelas Bambang Priyono, Pjs Koordinator LPRI Jateng.
Sementara itu, saat berita ini ditulis, ketika dikonfirmasi melalui telepon dan WA, Kepala SMK Nurussalaf Kemiri, Khoiril Adlan, tidak meresponnya. (Jon)