KORANJURI.COM – Tradisi Suran yang digelar oleh warga Dusun Tutup Ngisor, Desa Sumber, Magelang, tahun ini masuk 89 kali. Artinya, tradisi itu kali pertama digelar pada tahun 1935.
Di tahun 2024, warga lereng Merapi di kawasan Magelang melaksanakan Tradisi Suran selama tiga hari berturut-turut mulai 20-23 Juli 2024. Dengan puncak event bertepatan dengan bulan purnama.
BACA JUGA
Warga Lereng Merapi Gelar Tradisi Suran di Dusun Tutup Ngisor, Magelang
Eyang Yoso Sudarmo, adalah sosok pencetus tradisi sakral yang dihelat setiap bulan Suro setiap tahun oleh warga Dusun Tutup Ngisor di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Marmujo, salah seorang keturunan Eyang Yoso Sudarmo mengungkapkan, Tradisi Suran menjadi semacam ruwatan atau dalam budaya merupakan upacara untuk menetralisir gangguan negatif.
“Tradisi Suran merupakan upacara ruwatan yang dicetuskan oleh Eyang Yoso Sudarmo, tokoh spiritualis di sini, yang kemudian berkembang menjadi tradisi tahunan di desa kami,” kata Marmujo, Sabtu, 27 Juli 2024.
Menurutnya, saat itu Eyang Yoso Sudarmo merasakan kondisi di dusun Tutup Ngisor ada yang janggal. Dusun Tutup Ngisor kala itu hanya dihuni oleh 7 kepala keluarga.
Namun, setiap kali ada penambahan keluarga baru, pasti ada hal yang menjadikan jumlah KK tetap kembali tujuh.
“Kondisi saat itu jadi kepribadian tersendiri buat penduduk Tutup Ngisor,” kata Marmujo.
Untuk mencari jawaban dari keanehan itu, Eyang Yoso Sudarmo melakukan perenungan dengan menyepi untuk mendapatkan wahyu petunjuk.
“Ternyata jawabannya desa perlu diruwat bertepatan bulan purnama setiap bulan Suro,” kata Marmujo.
Romo Yoso Sudarmo juga menjalankan nadzar hanya mandi setiap tanggal 1 bulan Suro. Sejak itu, kata Marjumo, kegiatan itu menjadi tradisi ruwatan rutin yang digelar setiap tahun.
Menurut Marmujo, ruwatan desa itu digelar secara swadaya. Segala pembiayaan yang timbul digali secara mandiri.
Dalam perjalanan selanjutnya, generasi pewaris Eyang Yoso Sudarmo mendirikan Padepokan seni Tjipto Boedojo untuk memusatkan lokasi kegiatan Tradisi Suran.
“Semua benar-benar dilakukan secara swadaya, mandiri tanpa sponsor,” ungkap Marmujo.
“Tapi ketika terjadi pandemi Covid-19, Dusun Tutup Ngisor mengadakan pagelaran selama tiga bulan berturut-turut. Saat itu, pemerintah justru memberi bantuan dana untuk acara yang digelar,” tambahnya.
Kearifan lokal masyarakat Dusun Tutup Ngisor di Kabupaten Magelang yang hingga kini tetap terpelihara dengan baik yakni, pagelaran Wayang Menak yang dilaksanakan setiap bulan Jumadilakhir, bulan keenam dalam kalender Hijriah dan Jawa.
Selain itu, setiap perayaan 17 Agustus, warga Dusun Tutup Ngisor juga menggelar pentas budaya yang memadukan akulturasi dan inkulturasi budaya Jawa, nasionalisme dan juga Islam.
“Tiap malem Jumat dan malam Selasa ada doa dan uyon-uyon,” jelas Marmujo. (Agnes Kinasih)