KORANJURI.COM – Ketua Centre of Excellence for Tobacco and Lung Health (CTCLH) Universitas Udayana, I Made Kerta Duana mengatakan, data statistik dari dampak merokok bukan hanya terhadap kesehatan semata. Namun gaya hidup merokok juga berkaitan langsung dengan menurunnya tingkat ekonomi masyarakat.
Data riset yang dikembangkan, menurut Made Kerta Duana, terlihat tren perempuan merokok semakin meningkat termasuk anak-anak.
“Kondisi sosial masyarakat kita juga menunjukkan warga miskin cenderung merokok,” jelas Made Kerta Duana saat pemaparan Penguatan Implementasi Kebijakan KTR yang berlangsung di Kuta, Rabu, 31 Januari 2018.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok tertinggi ketiga di dunia. Data Riskesdas di tahun 2013, prevalensi perokok di Indonesia yang berusia diatas 15 tahun sebanyak 36,8 persen. Secara signifikan, angkanya meningkat setiap tahun, khususnya kelompok anak dan remaja.
“Peran Daerah sangat diharapkan dengan memaksimalkan kawasan KTR di berbagai kawasan,” jelas Duana,
Sementara, Kepala Satpol PP Provinsi Bali, I Made Sukadana mengatakan, Perda bukan melarang orang untuk merokok tapi melakukan pengaturan kepada para perokok. Sampai saat ini, areal publik yang sudah dibatasi untuk perokok mencakup seluruh Rumah Sakit se-Bali dan zona sekolah. Tempat umum lainnya yang akan disasar adalah tempat ibadah.
“Tahun ini ada langkah-langkah untuk penerapan kebijakan KTR di tempat umum maupun kawasan peribadatan,” jelas Made Sukadana.
Mengutip dari data Badan Pusat Statistik (BPS), Sukadana juga menyebut, faktor kemiskinan salah satunya dipicu karena ketergantungan terhadap rokok dan posisinya berada di nomer urut kedua. Namun, ditambahkan lagi, untuk mengurangi secara drastis angka perokok, tidak mungkin bisa dilakukan selain menguranginya dengan semakin banyak memberlakukan areal bebas rokok. (Way)