Soal Isu EBT, Bali Paparkan Visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali kepada Jerman

oleh
Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati memberikan pemaparan kepada duta besar Jerman untuk Indonesia Ina Lepel, dalam pembahasan kerjasama bilateral tentang perlindungan iklim nasional, global, dan transisi energi di Sanur, Jumat (8/7/2022) - foto: Istimewa

KORANJURI.COM – Duta Besar Jerman untuk Indonesia Ina Lepel mengagendakan reforestasi mangrove saat KTT G20 di Nusa Dua November 2022 mendatang.

Lepel bertemu Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati membahas kerjasama bilateral tentang perlindungan iklim nasional, global, dan transisi energi di Sanur, Jumat, 8 Juli 2022.

Ina Lepel mengatakan, Jerman telah berdiskusi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menyiapkan program pelestarian mangrove dan beberapa isu krusial lingkungan seperti tata kelola sampah.

“Jerman sebagai ketua G7 akan membawa narasi ini nantinya pada pertemuan G20 sehingga ini bisa menjadi momentum baik bagi Indonesia untuk memiliki program pelestarian lingkungan dan transisi EBT yang berkelanjutan,” kata Ina Lepel, Jumat, 8 Juli 2022.

Selain itu, pihaknya juga membangun kemitraan dengan elemen non-negara seperti, pusat penelitian, universitas, maupun komunitas. Alasannya, upaya dekarbonisasi haruslah berorientasi pada masyarakat untuk efisiensi.

Dalam pertemuan itu, Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati menjelaskan terkait visi ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’. Melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru, Bali mengatur tata cara kehidupan yang saling terkait dan menyatu dengan alam secara sakala-niskala (fisik-metafisik).

“Kebijakan Bali tentang lingkungan berpihak pada keseimbangan alam. Bali menerbitkan Pergub Bali Nomor 45 Tahun 2019 tentang Energi Bersih,” kata Cok Ace.

“Sudah saatnya kita beralih menggunakan sumber Energi Baru Terbarukan (EBT) untuk menjaga kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya,” tambahnya.

Sementara, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Nani Hendiarti mengungkapkan, transisi EBT menjadi salah satu fokus dalam pertemuan G20.

Indonesia bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk Jerman dan AS untuk transisi EBT dan membangun fasilitas reduksi emisi karbon. Meski diakui, biaya konversi bahan bakar fosil menjadi energi baru terbarukan (EBT) masih cukup mahal.

“Namun, seiring waktu harga satuannya semakin rendah seiring perkembangan teknologi. Di sisi lain, Indonesia menyimpan potensi EBT yang luar biasa, terutama energi solar dan hidro,” kata Nani Hendiarti. (Way)

KORANJURI.com di Google News