KORANJURI.COM – Kehumasan Polda Bali menggandeng Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Provinsi Bali menggelar Temu Netizen. Kegiatan itu dalam rangka memberikan suasana kondusif sepanjang rangkaian Presidensi dan menyambut G20 Summit pada November 2022 mendatang.
Dalam kegiatan itu Humas Polda Bali mengundang 31 wartawan yang berasal dari media arus utama yang berbasis di Bali maupun nasional. Sedangkan warganet yang diundang sebanyak 30 orang yang merupakan pegiat media sosial.
Kabid Humas Polda Bali Kombes Stefanus Satake Bayu Setianto mengatakan, pertemuan itu sekaligus menjalin tali silaturahmi antara wartawan, pegiat medsos dan tim Kehumasan Polda Bali.
“Kita berharap pelaksanaannya bisa berjalan dengan baik, sampai nanti di acara KTT G20 bulan November,” kata Stefanus Satake Bayu Setianto, Rabu, 14 September 2022.
Dalam kegiatan itu, Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Provinsi Bali Emanuel Dewata Oja (Edo) menjadi narasumber utama. Dalam paparannya, Edo mengangkat narasi ‘Media Mainstream Era Digital’.
Menurutnya, media platform digital atau lebih dikenal media online berbeda dengan media sosial. Meskipun, dalam penelitian Universitas Prof. Dr. Moestopo bersama Dewan Pers tahun 2021 menunjukkan, media online berada di peringkat keempat atau sebesar 10,91 persen jumlah orang yang mengakses.
Namun, posisi media online masih tetap jauh lebih tinggi dibandingkan media konvensional surat kabar cetak yang berada di peringkat ke-9, radio di peringkat ke-11 dan surat kabar mingguan di peringkat terakhir atau peringkat 12.
“Peringkat pertama YouTube 13,79 persen, Whatsapp 13,75 persen, dan peringkat tiga Instagram 12,63 persen,” kata Edo.
Edo juga menekankan, dalam menjalankan tugas jurnalistik, wartawan dilindungi oleh UU No 40 Tahun 1999 tentang pers maupun Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Wartawan juga harus mendapatkan kompetensi melalui Uji Kompetensi Jurnalistik (UKW) yang dilakukan secara berjenjang mulai jenjang muda, madya dan utama.
“Sedangkan di media sosial, tidak perlu kompeten. Sementara, pers sebelum karyanya dipublikasikan harus melalui banyak tahapan mulai dari mencari narasumber, menulis berita, editing, maka baru bisa tayang di media,” kata Edo.
Hal yang sama juga berlaku untuk legalitas atau badan hukum yang memayungi media pers. Edo menyebutkan, sesuai UU Pers badan hukum yang berlaku untuk pers adalah Perseroan Terbatas (PT), Yayasan, dan Koperasi.
“Kalau untuk mengetahui media online legal atau tidak, silakan cek di boks redaksi. Media harus mencantumkan badan hukum, alamat kantor, dan susunan redaksi,” jelasnya.
Ia menambahkan, sejumlah persyaratan dan regulasi pers itu tidak ditemukan di media sosial.
“Di media sosial, jika terjadi persoalan hukum yang bertanggungjawab tetap pribadi atau pemilik akun, pengelola atau admin. Karena medsos tidak payung hukum yang melindungi,” kata Edo. (Way)
Baca Artikel Lain KORANJURI di GOOGLE NEWS