Situs Kampung Muslim Tua di Bali

oleh
Keberadaan Kampung Bugis di wilayah Pulau Serangan berawal dari kedatangan Syekh Haji Mu’min yang hijrah ke pulau Dewata dengan menggunakan perahu Pinisi. Kampung tua ini diperkitakan sudah berdiri sejak abad ke-17 - foto: Wahyu Siswadi/Koranjuri.com

KORANJURI.COM – Sebuah Kampung yang berdiri sejak abad ke-17 di Bali ini masih mempertahankan tradisi Islami sampai sekarang. Menariknya, berada di lingkungan yang mayoritas Hindu, namun perbedaan itu justru memunculkan sikap saling menghormati dan saling memiliki.

Bangunan yang ada di kampung muslim itu hampir sama seperti kampung lainnya di pulau Jawa maupun tempat-tempat lain. Di setiap rumah seperti tidak ada dinding pemisah yang membatasi antara satu rumah dengan rumah lainnya. Bangunan-bangunan itu berjajar rapi menghadap pada satu jalan setapak.

Bahasa antar warga disitu yang biasa digunakan sehari-hari merupakan Bahasa Ibu yang berasal dari Ujung Pandang, Sulawesi Selatan. Artinya, Kampung Bugis yang ada di Pulau Serangan bukan hanya sekadar nama belaka, tapi hingga generasi sekarang tradisi dan adat asli Bugis masih lestari dan terpelihara dengan baik.

“Kalau bentuknya masih asli. Hanya tiang-tiangnya saja yang direnovasi karena posisi rumah tidak seimbang dan pernah miring seperti mau rubuh. Rumah itu warisan asli dari moyang kami dulu,” kata M. Mansyur.

Saat ini, Kampung Bugis di Pulau Serangan, juga dimasukkan dalam situs cagar budaya peninggalan purbakala. Hal itu juga terlihat dari warisan rumah panggung yang masih ada sampai sekarang sejak kali pertama kampung tersebut berdiri.

Menurut Haji Mohammad Mansyur, bahan rumah panggung tersebut berasal dari kayu hitam atau kayu ulin atau kayu besi. Sehingga, biar berusia ratusan tahun tapi terlihat masih kokoh berdiri.

Sebagai kampung pendatang, warga Kampung Bugis juga diakui dan dimasukkan sebagai warga desa pakraman (adat). Jadi, warga Kampung Bugis sudah dianggap sebagai warga asli Bali, dengan tradisi dan budaya yang berbeda.

Menurut Haji Mohammad Mansyur, dengan diakuinya sebagai warga desa Pakraman, warga Kampung Bugis memiliki kewajiban dan hak yang sama dalam pawongan (interaksi sosial) dan palemahan (lingkungan), kecuali menyangkut parahyangan (peribadatan).
Pengakuan itu sekaligus merupakan identitas resmi, bahwa mereka menjadi bagian dari keluarga besar masyarakat dan budaya Bali.


Tanah Hadiah Raja Denpasar

KORANJURI.com di Google News