Sidang KDRT di Sumba Barat, Visum Dokter Perkuat Saksi Korban

oleh
Kejaksaan Waikabubak / Ilustrasi

KORANJURI.COM – Sidang kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dialami korban  Deassy Anugraheni dengan pelaku Deni Nata, salah seorang ASN di Kabupaten Sumba Barat Daya kembali digelar di PN Waikabubak, Kamis (6/2/2020). 

Meski molor hampir 3 jam dari jadwal sidang tetap berlangsung dengan menghadirkan terdakwa Deni Nata di kursi pesakitan.

Sidang dimulai dengan agenda pemeriksaan saksi. Korban tidak mengetahui jika sidang pemeriksaan saksi korban merupakan sidang untuk kedua kalinya.

Sementara sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan ternyata sudah digelar sepekan sebelumnya.

“Hari ini ternyata sidang kedua. Sidang pertama sudah minggu lalu. Saya tidak diberitahu jadwal sidang perdana, padahal saya adalah korban dari tindak pidana KDRT ini. Hari ini saya diperiksa sebagai saksi korban katanya,” ujar Deassy .

Ia menggambarkan, suasana dalam ruang sidang memang tidak ada pengunjung. Yang ada hanya tim jaksa di bagian kiri, di depan ada majelis hakim dan panitera, di bagian kanan ada terdakwa Deni Nata dan penasihat hukum.

“Saya sempat bertanya kepada Jaksa Penuntut Umum, Yuli Partimi, SH yang menangani kasus ini kenapa sidang perdana sepekan yang lalu, saya sebagai korban tidak diberitahu?” ujarnya.

Menurut penjelasan Jaksa Yuli Pratimi, SH, korban sebagai saksi hanya dikonfirmasi saat diperiksa. Apakah itu berarti korban tidak perlu mendapatkan pemberitahuan tentang sidang perdana dimana dakwaan dibacakan?

Informasi dari PPA Polres Sumba Barat menyebutkan, bila korban ingin mendapatkan surat pemberitahuan sidang  agar menghubungi jaksa penuntut umum.

Sebagai orang yang awam di bidang hukum, dirinya merasa perlu mengikuti proses persidangan ini dari awal, dan penting mengetahui dakwaan jaksa penuntut umum.

Meski demikian Deassy berharap, setiap sidang dirinya bisa hadir untuk mendengarkan proses persidangan selanjutnya.

Dalam proses persidangan kedua yang berlangsung Kamis (6/2/2020) Deassy juga menceritakan ada sejumlah pertanyaan yang diajukan majelis hakim kepada  dirinya.

“Ada beberapa pertanyaan yang diajukan majelis hakim seperti apakah peristiwa itu terjadi antara korban dan terdakwa masih sebagai suami isteri, karena saat ini sudah bercerai. Ada juga pertanyaan apakah korban dan terdakwa masih tinggal bersama dan seterusnya. Saya jelaskan bahwa kasus ini terjadi ketika kami belum bercerai secara resmi. Jadi masih sebagai suami dan isteri yang sah. Makanya itu disebut KDRT,” ujar ibu dua anak ini.

” Hakim juga sempat bertanya, bagaimana KDRT itu terjadi dan saya pun menjelaskan detail kronologinya,” tambahnya.

Rasa penasaran majelis hakim juga tertuang dalam pertanyaan apakah terdakwa yang saat itu masih jadi suami Anda memperlihatkan slip gajinya sebagai ASN atau memberikan gajinya secara utuh kepada Anda. Deassy pun menjawab bahwa selama menikah dengan Deni Nata, dirinya tidak pernah dikasih gaji oleh terdakwa ataupun memberitahukan dan menunjukkan bukti slip penghasilannya yang didapat ke korban.

“Saya tahu selain sebagai ASN meski jarang juga masuk kantor, terdakwa pun punya penghasilan lain sebagai makelar tanah namun pendapatannya dari usaha sampingan ini pun terdakwa tidak pernah terbuka kepada saya,” tegas Deassy.

“Saya tegaskan bahwa sejak nikah sampai dengan kami bercerai tidak ada gaji terdakwa sebagai suami saat itu yang diserahkan kepada saya. Bahkan rumah yang kami tinggal adalah rumah saya,” urai korban.

Usai mengajukan pertanyaan kepada korban, hakim kemudian membacakan hasil visum yang diperoleh dari dokter di RS Lende Moripa.

Deassy juga mengaku kecewa karena selama proses tindak pidana KDRT ini, pelaku tidak ditahan dengan salah satu alasannya  masih aktif sebagai ASN dan harus bekerja sebagai ASN.

Menurut korban saat masih bersama dirinya, ia  tahu persis bahwa terdakwa memang jarang masuk kantor dan lebih sibuk sebagai makelar tanah.

“Saat masih menjadi suami isteri sah, terdakwa  pernah dua atau tiga kali dipanggil atau mendapat surat panggilan dengan alasan tidak pernah masuk kantor. Sebagai orang awam hukum saya hanya meminta majelis hakim memberikan hukuman seadil-adilnya,” ujar Deassy. (*)

KORANJURI.com di Google News