Sendratari Gambuh Tampilkan Kebhinekaan Indonesia di GSVI 2024 di Bali

oleh
Sendratari Gambuh Masutasoma tampil menghibur delegasi Gateways Study Visit Indonesia (GSVI) 2024 di Bali Beach, Denpasar, Bali - foto: dok.

KORANJURI.COM – Sendratari Gambuh asal Bali yang diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh UNESCO, ditarikan kembali di depan delegasi UNESCO yang hadir di Gateways Study Visit Indonesia 2024.

Gambuh Masutasoma bukan saja ditampilkan oleh para penari Bali. Tapi, pertunjukan itu melibatkan komunitas lintas daerah di Indonesia.

“Kami yakin bahwa setiap langkah kecil dalam melestarikan budaya lokal berdampak besar dalam menjaga jati diri bangsa,” kata Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) Itje Chodidjah di Bali, Kamis (3/10/2024).

Yayasan Bumi Bajra Sandhi mengemas pertunjukan Gambuh Masutasoma juga melibatkan penari anak-anak, remaja, dewasa, dan penyandang disabilitas.

“Indonesia dalam empat pilar UNESCO diakui secara global, dengan harapan bahwa warisan budaya kita dapat menjadi inspirasi dunia dan solusi bagi tantangan global,” jelas Itje Chodidjah.

Ketua Komunitas Bumi Bajra Ida Made Dwipayana mengatakan, Gambuh merupakan bentuk kebijaksanaan tradisional yang tetap relevan hingga masa kini.

“Dengan keterlibatan banyak penari dari berbagai latarbelakang, kami ingin menunjukkan setiap individu berhak belajar dan berpartisipasi dalam kebudayaan,” kata Dwipayana.

Salah satu penari yang turut tampil yakni Alfad, yang berasal dari Aceh. Ia mengaku mendapatkan kesempatan mempelajari kebudayaan baru.

“Dari Aceh ke Bali. Saya punya kesempatan tampil dan berkolaborasi dengan budaya Bali, NTT, dan Aceh, sebuah kolaborasi yang saya harap dapat terus menjaga dan melestarikan kesenian kita,” kata Alfad.

Mahakarya Sendratari Gambuh itu ditampilkan pada Gateways Study Visit Indonesia (GSVI) 2024 yang diinisiasi oleh UNESCO dan UNICEF. Tahun ini, Indonesia jadi tuan rumah pertemuan 20 negara dan 9 organisasi internasional di The Meru, Bali Beach, 1-3 Oktober 2024.

Dirjen PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Iwan Syahril menambahkan, kebudayaan yang ditampilkan itu menjadi bagian dari Bhinneka Tunggal Ika yang turut diperkenalkan dalam moment tersebut.

Konsep unity in diversity digagas oleh Mpu Tantular dalam Kitab Sutasoma. Di Bali sendiri juga mengenal istilah Rwa Bhineda atau perbedaan dalam kebersamaan. Dualisme untuk menjaga keharmonisan dan keseimbangan.

“Disabilitas tampil dengan tarian. Di tengah keterbatasan, mereka bisa tampil luar biasa, tampil bersama ‘Kita Poleng’ yang menghadirkan spirit seni dan kebudayaan,” jelas Iwan saat prescon di Bali Beach Convention Center (BBCC), Denpasar, Kamis (3/10/2024). (Way)

KORANJURI.com di Google News