Sebagai Saksi Korban di PN Denpasar, TW Upayakan Kepastian Hukum Investasi

oleh
Tomy Winata (TW) hadir sebagai saksi korban dalam persidangan di PN Denpasar terkait sidang kasus dugaan penggelapan dan pemberian keterangan palsu pada akta otentik dengan terdakwa Harjanto Karjadi, Selasa, 3 Desember 2019 - foto: Koranjuri.com

KORANJURI.COM – Tomy Winata (TW) akhirnya mendatangi PN Denpasar, Selasa, 3 Desember 2019. Kehadiran TW diperlukan untuk didengar keterangannya dalam sidang kasus dugaan penggelapan dan pemberian keterangan palsu pada akta otentik yang dilakukan oleh terdakwa yakni bos Hotel Kuta Paradiso bernama Harjanto Karjadi.

Dalam keterangannya sebagai saksi korban di PN Denpasar, TW menyebut bahwa dirinya berinisiatif membeli hak tagih dari Bank CCB dengan menggunakan nama pribadinya. Dirinya mengambil alih piutang CCB tidak ada tujuan nilai ekonomi atau untung rugi.

“Saya mengambil alih piutang CCB Indonesia terhadap PT. GWP, tujuannya bukan karena nilai ekonominya, tapi karena rasa keadilan saya yang terusik atas permasalahan hukum yang timbul sehubungan dengan hutang piutang antara Bank Sindikasi dengan PT. GWP, dimana eks Direktur bank yang memberi pinjaman menjadi tersangka oleh penegak hukum karena dituduh menggelapkan sertifikat yang menjadi jaminan hutang PT. GWP.  Hal ini unik karena pihak pemberi pinjaman dikriminalisasi oleh penerima pinjaman,” kata Tomy Winata di PN Denpasar, 3 Desember 2019.

Menurut TW, sebagai WNI dan juga sebagai pengusaha yang kebetulan pemilik lembaga Perbankan, nuraninya terusik karena bagaimana mungkin pihak yang berada pada posisi yang telah memberikan dan meminjamkan uangnya untuk digunakan terdakwa, justru menjadi tersangka dengan tuduhan menggelapkan sertifikat. Padahal sertifikat tersebut berada di bawah CCB Indonesia (Agen Jaminan).

“Sehingga menurut saya ada proses hukum yang tidak tepat. Hal ini tentu saja tidak baik untuk dunia investasi Indonesia, khususnya CCB INDONESIA yang pemiliknya adalah investor asing. Padahal pemerintah selama ini telah berusaha keras menarik investor asing sebanyak mungkin ke Indonesia,” ujarnya.

TW juga menjelaskan, keluhan para investor adalah soal kepastian hukum. Bank CCB ini merupakan bank terbesar nomor 5 dunia yang sangat mempengaruhi investasi di berbagai negara termasuk Indonesia.

“Saya membeli cessie ini untuk menghindari kemungkinan permasalahan dapat menganggu kepercayaan investor, baik lokal maupun asing. Khususnya investor dari Tiongkok. Sekali lagi yang melatar belakangi saya mengambilalih/membeli piutang yang dimiliki oleh Bank CCB Indonesia bukan dikarenakan finansial, tapi untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh Bank CCB Indonesia,” jelasnya.

Kepada wartawan, TW juga menekankan, investor membutuhkan kepastian hukum dalam menjalankan usaha. Menurutnya para pemodal ini butuh satu ukuran yang menjadi pegangan dalam melakukan
kegiatan investasi di suatu negara.

Tidak adanya kepastian hukum dalam kegiatan investasi menurut TW, menyebabkan berbagai permasalahan yang bisa berdampak berkurang minat investor asing menanamkan modal di Indonesia.

“Semoga proses hukum yang sedang berjalan saat ini akan memberikan keadilan dan manfaat atas nama kepastian hukum di Indonesia,” ujarnya.

Kasus ini dilaporkan oleh TW karena ada dugaan praktik manipulasi administrasi hukum dalam bentuk kepemilikan saham. Surat berharga itu dipindahtangankan oleh terdakwa Harjanto Karjadi dalam masa agunan. Upaya itu dilakukan terdakwa bersama sang kakak Hartono Karjadi yang saat ini masih buron.

Tidak tanggung-tanggung, dalam dugaan praktik ini pihak Bank Sindikasi sebagai debitur, kecolongan ratusan miliar rupiah. Kemudian Harijanto Karjadi diamankan oleh pihak Kepolisian Diraja Malaysia di bandara negeri jiran itu pada, Rabu (31/7/2019) dan digelandang ke Polda Bali pada Kamis (1/8/2019). (Way)

KORANJURI.com di Google News