KORANJURI.COM – Bali terus mendesak pembahasan RUU Provinsi Bali. Sebelumnya, RUU tersebut telah diajukan ke Komisi II DPR RI, DPD RI, Badan Legislasi DPR RI, Mendagri, dan Menkumham.
Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan, RUU Provinsi Bali bukan undang-undang untuk menjadikan Bali sebagai otonomi khusus. Tapi otonomi yang diatur dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Sebenarnya RUU ini hanya mengatur bagaimana membangun Bali dengan potensi yang dimiliki agar bisa dijalankan secara optimal sesuai dengan potensi dan kondisi yang ada di provinsi Bali,” jelas Gubernur di gedung Kerta Sabha, Rumah Jabatan Gubernur Bali, Selasa (3/3/2020).
Gubernur Bali beserta Gubernur NTB dan NTT menggelar Rapat Konsultasi dan Koordinasi terkait RUU Provinsi Bali, Selasa malam.
Wayan Koster kembali menegaskan, RUU Provinsi Bali berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Pihaknya merasa perlu menata pembangunan Bali secara fundamental dan komprehensif, dan dengan payung hukum yang memadai.
Provinsi Bali, NTB dan NTT dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Aturan yang memayungi pembentukan tiga provinsi itu didasarkan pada UUDS Tahun 1950 dan dalam bentuk Negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Dari aturan pembentukannya, Provinsi Bali, NTB dan NTT merupakan negara bagian bernama Sunda Kecil dalam Negara Republik Indonesia Serikat (RIS).
Menurut Wayan Koster, Undang-undang tersebut tidak sesuai dengan kondisi saat ini.
“Yang berlaku sekarang adalah UUD 1945 dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” ujarnya.
“Bali, NTB, NTT masing-masing punya keunikan masing-masing. Saya mohon dukungan dari bapak Gubernur NTB dan Gubernur NTT,” tambahnya.
Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Laiskodat dan Gubernur Nusa Tenggara Barat Zulkieflimansyah memberikan dukungan pembahasan RUU Provinsi Bali menjadi UU.
Viktor Laiskodat menyatakan, dukungan itu tidak harus menghilangkan undang-undang yang telah ada terkait terbentuknya 3 provinsi. Ia mengatakan, ada sejarah dari terbentuknya tiga provinsi tersebut.
“Ada yang harus kita jaga agar sejarah para senior-senior yang telah bersama-sama membangun tiga provinsi itu,” kata Laiskodat.
Dalam semangat inklusif, kata Viktor Laiskodat, dunia akan maju dalam sebuah peradaban borderless. Ia meminta jangan sampai ada batas batas administratif dan pelayanan yang kaku karena munculnya aturan baru.
“Kami sangat setuju dan mendorong percepatan agar bisa cepat selesai, kalau bisa dalam tiga bulan sudah jadi undang-undang ini,” ujar Viktor.
Gubernur NTT juga meminta agar dalam RUU Provinsi Bali tetap dicantumkan sejarah terbentuknya tiga provinsi.
“Urusan nanti di dalamnya macam apa, tetapi kita terikat di dalam sebuah semangat yang dibangun pada masa itu,” ujarnya. (Way/*)