KORANJURI.COM – Rutan Kelas IIB Purworejo, saat ini tengah mengembangkan konsep Kampung Asimilasi, yang berlokasi di lahan milik Kemenkumham, di Desa Lugosobo, Gebang. Dengan lahan seluas sekitar satu hektar, lokasi ini akan disulap menjadi pusat kegiatan WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan) yang sudah dalam tahanan asimilasi.
Dalam Kampung Asimilasi ini, nantinya akan ada perkebunan kangkung, sawah, kolam pancing/perikanan, cucian motor/mobil, serta kegiatan kerja/ produksi springbed dan handycraf. Semua kegiatan di sini, ditangani WBP yang sudah dalam tahanan asimilasi, dengan bimbingan dan pantauan petugas rutan.
“Dasar pemikiran pendirian Kampung Asimilasi ini, supaya napi punya income, yang nantinya bisa ditabung dan dijadikan modal usaha untuk mandiri ketika mereka sudah bebas,” ungkap Lukman Agung Widodo, Kepala Rutan Purworejo, Jum’at (4/1).
Sesuai namanya, jelas Lukman, yang dilibatkan dalam kegiatan di Kampung Asimilasi ini, para napi yang sudah menjalani tahanan asimilasi, yakni, proses pembinaan narapidana, dengan membaurkan napi di tengah kehidupan masyarakat. Tahanan asimilasi ini, diberikan kepada napi yang sudah menjalani setengah dari masa pidana, dan berkelakuan baik.
Lebih jauh Lukman menjelaskan, selama tahun 2018, kinerja Rutan Purworejo mengalami peningkatan. Indikator ini, bisa dilihat dari kepuasan pelayanan terhadap masyarakat, baik masyarakat luar dan di dalam rutan, terserapnya anggaran hingga 99,94 persen, serta meningkatnya produktivitas napi yang bekerja, yang saat ini jumlahnya 30 orang. Dibandingkan tahun lalu, 20 orang, ada peningkatan 10 orang.
Semua napi dan tahanan di Rutan Purworejo, juga mendapatkan pelatihan ketrampilan, seperti membuat springbed, keranjang, juga handycraf, yang jumlahnya saat ini mencapai 121 orang. Ada peningkatan dibanding tahun sebelumnya, yang hanya 78 orang.
“Banyak pesanan yang masuk, dan ditangani oleh napi yang sudah bekerja tadi,” terang Lukman, yang didampingi Humas Rutan Purworejo, Wisnu Priyo Budi Utomo.
Terkait pembinaan kepribadian WBP, mereka semua menjalani kegiatan keagamaan setiap hari, seperti sholat berjamaah, pengajian, mengaji, maupun baca, tulis, dan hafalan Al Qur’an. Kegiatan keagamaan ini juga diberikan pada WBP non muslim.
Terang Lukman, indikator lainnya, keberhasilan dalam bidang kepatuhan hukum, ditandai dengan menurunnya jumlah residivis penghuni rutan, yang saat ini mencapai 21 orang. Dibanding tahun sebelumnya, 2015 (53), 2016 (28), 2017 (27), ada penurunan yang signifikan.
Saat ini, menurut Lukman, jumlah penghuni Rutan Purworejo mencapai 121 orang, dengan perincian, napi 80 orang, dan tahanan 41 orang. Para WBP juga mendapatkan hak-hak mereka, seperti cuti bersyarat (CB), pembebasan bersyarat (PB), maupun cuti menjelang bebas (CMB), serta cuti mengunjungi keluarga (CMK). Setiap sebulan sekali, mereka mendapatkan penyuluhan hukum dari LBH Sakti dan LBH Adil.
“Semua penghuni rutan juga mendapatkan menu gizi yang lebih baik, sesuai ketentuan,” kata Lukman.
Adanya pningkatan pelayanan terhadap para penghuni rutan, dibenarkan oleh Haris (37). Warga Bener, yang terjerat kasus Fidusia ini, divonis 1 tahun 2 bulan subsider. Menurutnya, setiap hari, kegiatan di rutan dipenuhi dengan kegiatan kerohanian/ keagamaan, dari pagi hingga sore.
“Pemberian jatah makan jadi lebih baik, dengan berganti menu setiap hari. Kita semua juga mendapatkan pelatihan ketrampilan,” terang Haris. (Jon)