KORANJURI.COM – Para tukang tato temporer ini biasa ‘berjualan’ di sepanjang pantai Kuta Bali. Mereka tidak memiliki studio tato layaknya para seniman tato permanen. Mereka selalu bergerak memburu pelanggan. Tukang tato seperti ini bisa dikenali dengan mudah, karena mereka pasti membawa tas gantung sambil menyodorkan gambar-gambar kepada calon pelanggan mereka.
Seperti Asmuni, pria asal Madura yang sudah tujuh tahun menjadi tukang tato temporer di pantai Kuta ini, tidak pernah berhenti menyusuri pasir untuk memburu pelanggan.
“Semua saya tawari. Entah itu turis lokal atau asing, asal mereka suka seni dan pengen menggambar tubuhnya dengan tato temporer, saya layani,” kata Asmuni.
Metode tato temporer ini adalah dengan cara mencetak ulang sketsa gambar yang ada pada selembar kertas. Selanjutnya, cetakan tersebut ditempelkan pada bagian tubuh tertentu yang akan dirajah. Tapi sebelumnya, si tukang tato mengoleskan deodorant stick ke bagian tubuh tertentu kemudian melekatkan gambar. Sehingga jika gambar dikupas dari kulit bekasnya masih menempel di kulit.
Jejak sketsa gambar itulah yang akan diukir menggunakan tinta khusus. Setelah tinta kering, jadilah sebuah lukisan tubuh berwarna kecoklatan, hitam dan merah serta meninggalkan motif yang dikehendaki. Dengan metode seperti itu, tubuh orang yang dirajah tidak akan merasakan sakit apapun. Tato temporer ini menurut Asmuni, sanggup bertahan paling lama satu bulan.
“Tergantung si pemakai saja, kalau cukup hati-hati bisa bertahan lama. Tapi, kalau terus kena sabun ya pasti akan cepat pudar gambarnya,” jelas Asmuni.
Sedangkan jenis motif yang ditawarkan ada beragam bentuk. Terutama bentuk-bentuk seperti triball, kupu-kupu, atau celtic. Bentuk-bentuk itu dirangkum lagi menjadi beberapa ukuran besar dan kecil yang berpengaruh dengan harga.
“Paling mahal cuma Rp 50 ribu, paling murah kupu-kupu kecil yang biasa dilukis di tengkuk atau pinggang, harganya cuma Rp 10 ribu,” jelasnya.
Seperti terlihat, penyuka tato temporer ini bukan saja didominasi oleh kaum laku-laki saja. Bahkan, perempuan dan gadis remaja juga suka dengan rajah sementara yang menempel di tubuh mereka. Asmuni mengatakan, Bali memang sudah identik dengan tato, tak terkecuali tato permanen.
“Tato seperti sudah jadi gaya hidup. Setiap hari kalau memang pas ramai saya bisa dapat 20 pelanggan. Kalau hari biasa bisa 10 orang yang saya tato,” ujar Asmuni.