Polisi Tetapkan 30 Tersangka Mafia Tanah, Mulai Pegawai BPN Hingga Kades

    


Polda Metro Jaya mengungkap modus para sindikat mafia tanah dalam aksi kejahatan yang dilakukan - foto: Istimewa

KORANJURI.COM – Polda Metro Jaya mengungkap modus para sindikat mafia tanah dalam aksi kejahatan yang dilakukan.

Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran mengatakan, modus operandi yang dilakukan antara lain pemalsuan, memasuki pekarangan rumah tanpa hak dan mengambil manfaat milik orang lain.

“Jajaran Polda Metro Jaya mendukung program Presiden Joko Widodo memberantas sindikat mafia tanah,” kata Fadil, Senin, 18 Juli 2022.

Dari kejahatan sistematis itu, Polda Metro Jaya fokus mengusut penyalahgunaan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Fadil menambahkan, polisi berhasil mengungkap kasus itu berawal dari banyaknya konflik agraria yang tidak terselesaikan. Selain itu, praktik mafia tanah juga sudah meresahkan.

“Serta banyak dari hal-hal lain seperti minimnya tanah bersertifikat sesuai data BPN tahun 2016 hanya 40% dari 126 juta bidang tanah yang telah terdaftar,” ujar Kapolda.

Secara rinci, Kabid Humas Polda Metro Jaya menjelaskan, para tersangka melakukan penyalahgunaan akun BPN pada aplikasi Sengketa, Konflik dan Perkara (SKP).

“Bahkan ada mantan pejabat BPN yang akunnya dipalsukan, ini jadi materi ke depan agar tidak terjadi,” kata Zulpan.

Dalam pengungkapan itu, Polda Metro Jaya menetapkan 30 orang sebagai tersangka dengan 25 orang ditahan di Polda Metro Jaya.

Mirisnya lagi, 13 orang tersangka berasal dari lingkungan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Termasuk, pejabat pemerintah setingkat desa/kelurahan juga ikut terlibat dalam kasus mafia tanah itu.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi menjelaskan, tersangka dari lingkungan pejabat meliputi 13 orang pegawai BPN. Terdiri dari 6 pegawai tidak tetap dan 7 ASN.

“2 tersangka merupakan ASN pemerintah, 2 orang kepala desa dan satu tersangka dari jasa Perbankan,” kata Hengky.

Dijelaskan lagi, korban mafia tanah itu berasal dari aset pemerintah, badan hukum dan perorangan.

“Masih banyak masyarakat yang kita deteksi, tidak sadar kalau mereka jadi korban mafia tanah,” ujar Hengky. (Bob)