KORANJURI.COM – Rencana proyek cable car atau kereta gantung di kawasan Gunung Abang, Kintamani, mendapat sorotan masyarakat.
Tidak hanya dari masyarakat sekitar, tapi organisasi-organisasi kemasyarakatan juga turut memberikan respon atas rencana proyek tesebut. Apalagi rencana proyek ini ditengarai dapat menodai kesucian pura.
Menyikapi situasi tersebut, Ketua PHDI Bangli Drs. I Nyoman Sukra memberikan pernyataan, masih berpijak pada lima butir rekomendasi yang dikeluarkan oleh PHDI pada 12 November 2018 lalu.
Dalam surat rekomendasi tersebut, pada poin pertama PHDI Bangli menyatakan pada prinsipnya menyetujui rencana pembangunan, sepanjang tidak mengganggu tempat suci atau pura yang ada di sekitar areal. Kedua, pihaknya juga mendorong adanya musyawarah antara pengempon pura yang ada di sekitar areal yang dilalui cable car, agar disosialisaaikan dengan baik.
“Ketiga, kami meminta cable car telah disetujui dan dibangun, pembangunan dan operasionalnya agar tidak mengganggu pelaksanaan upacara yang dilakukan masyarakat,” kata Nyoman Sukra.
Keempat, pihaknya menyatakan akses-akses menuju pura yang ada di sekitar areal agar ikut dipelihara pihak menajemen. Terakhir, hendaknya manajemen dapat membantu masyarakat dalam melaksanakan pelaksanaan ritual keagamaan dengan menggunakan fasilitas yang ada pada pengelola.
“Perlu dicatat isi rekomendasi kami, terutama poin pertama, agar tidak dipahami secara keliru atau salah,” ujar Nyoman Sukra.
Sementara, wacana pembangunan wahana wisata kereta gantung di kawasan Gunung Abang, Kintamani terus menuai penolakan dari berbagai kalangan masyarakat.
Salah satunya berasal dari pemuda Banjar Dukuh, Desa Abang Batudinding, Kintamani. Menurut mereka, rencana proyek tersebut berpeluang menimbulkan dampak desrupsi terhadap alam lingkungan. Selain itu, rencana proyek ini ditengarai dapat menodai kesucian pura.
“Kami ingin menanyakan, sejauh apa proyek ini akan memberi manfaat, apakah perlu di Kintamani dibangun wahana seperti itu yang memungkinkan pencemaran atau pelecehan terhadap pura yang kami miliki?” jelas Wakil Ketua Sekaa Teruna (ST) Tunas Mekar, Banjar Dukuh, Abang Batudinding, I Wayan Dedi Pranata.
Dedi menjelaskan, pihaknya belum mengetahui kajian analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) pembangunan proyek tersebut. Namun, desas-desus pembangunan yang mereka dengar terus menguat. Bahkan, menurut sejumlah sumber, peluang untuk terbangun sangatlah tinggi.
“Yang kami takutkan, pembangunan ini nanti akan berdampak langsung dengan tebing-tebing gunung, yang bisa longsor dan berdampak langsung pada wilayah desa kami, karena lingkungan kami memang sangat rapuh,” kata Wayan Dedi.
Sedangkan Ketua DPK Peradah Indonesia Bangli I Ketut Eriadi Ariana berharap, pihak terkait memberikan atensi terhadap keluh kesah yang disampaikan pemuda dan masyarakat Desa Abang Batudinding. Mereka berada di wilayah terdampak langsung rencana proyek tersebut.
“Saat ini posisi kami bukan menolak ataupun mendukung. Sikap kami sebagaimana juga pernah dinyatakan DPP Peradah Indonesia Bali adalah mempertanyakan kelayakan proyek,” jelas Ketut Eriadi.
Ia berharap, sebelum proyek benar-benar dibangun, dokumen AMDAL dapat diakses oleh masyarakat luas. Ruang-ruang timbang pandang antara investor, pemerintah, dan masyarakat juga harus difasilitasi secara intensif dan jernih.
“Gunung Abang atau Gunung Tuluk Biyu adalah hulu suci, sedangkan Danau Batur juga merupakan ibu yang telah memberikan kita hidup, aspek kearifan lokal ini tak boleh dipandang sebelah mata,” ujarnya demikian. (*)