KORANJURI.COM – Seakan tak pernah rampung persoalan pengrusakan hutan di gunung Lawu, setelah ramai komunitas masyarakat peduli Lawu menolak kegiatan trail trabas di Gunung Lawu, kini pembabatan hutan dengan dalih pembangunan wisata di kawasan Lawu kembali marak dilakukan para pengembang. Salah satunya viral di media sosial penebangan hutan menggunakan alat berat dipetak 45-2 RPH Tlogodligo BKPH Lawu Utara.
“Dari hasil investigasi di lapangan kerusakan tidak hanya terjadi di kawasan Tlogodlingo, tetapi di beberapa titik kawasan fungsi hutan lawu sudah mulai banyak berubah menjadi lahan produktif pertanian, bukan lagi sebagai lahan konservasi. Hal ini tak lepas dari lemahnya pengawasan dan ketidak mampuan dinas terkait dalam mengelola hutan lawu, baik Dinas Kehutanan maupun Pariwisata yang memiliki kewenangan mengelola dan mengatur sector pengembangan pariwisata di Gunung Lawu, ” jelas Kusuma Putra SH,MH, selaku ketua DPPSBI(Dewan Pelestari Pemerhati Seni Budaya Indonesia)yang juga aktivis anti korupsi LAPAAN RI (Lembaga Pengawas Anggaran dan Aset Negara Republik Indonesia).
Dikatakan Kusuma, kerusakan hutan di Gunung Lawu saat ini sudah pada taraf mengkhawatirkan. Karena tidak lagi menyangkut seberapa banyak kawasan yang rusak, tetapi sistem pengembangan kawasan wisata Lawu yang asal asalan tanpa memperhatikan aspek lingkungan, kearifan lokal dan kawasan cagar budaya, di khawatirkan berdampak serius terhadap lingkungan sosial, ekonomi dan budaya.

Meski terlambat Kusuma mengapresisasi sikap tegas Bupati Karanganyar yang langsung melakukan sidak di lokasi kerusakan hutan yang rencananya akan di jadikan sebagai kedai kopi.
Kusuma berharap aparat bertindak tegas menindak siapa saja yang terlibat.
Selain itu investigasi menyeluruh terhadap seluruh pengembang yang melakukan pembangunan kawasan wisata di gunung Lawu mutlak di lakukan, agar kejadian tersebut tidak terulang lagi. Pencabutan ijin pembangunan dan pengembangan wisata harus di lakukan, jika investor melakukan pengrusakan hutan.
Karena patut diduga, dalam kasus ini ada dugaan gratifikasi atau penyalahgunaan wewenang dari para oknum pejabat dinas terkait berdasarkan Undang Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Penerimaan Gratifikasi oleh Pegawai Negeri/Penyelenggara Negara yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya di kenakan sanksi pidana seumur hidup atau penjara pidana paling singkat 4 (empat)tahun dan paling lama 20 (duapuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000 (satu milyar rupiah).
“Mengingat persoalan ini sebenarnya sudah lama terjadi dan sudah ada sejak dari dulu. Apalagi pengunaan alat berat kerap di lakukan oleh para investor saat mereka melakukan pembangunan,” jelas Kusuma.
Persoalan ini, bagi Kusuma bukan sekedar perusakan hutan, akan tetapi persoalan serius yang harus di sikapi dengan tegas agar tidak terulang lagi di masa yang akan datang. Oleh karena itu melalui lembaga LAPAAN RI Kusuma rencananya akan melaporkan kasus ini ke Polda atau Mabes Polri, serta melaporkan adanya kerusakan hutan akibat pembangunan kawasan wisata di Gunung Lawu ke Kementerian terkait, untuk mengusut tuntas seluruh pihak yang terlibat.
Kusuma mengapresiasi gerakan masyarakat dari berbagai elemen peduli lawu yang akan melakukan penanaman pohon di lahan yang rusak, sebagai bentuk kecintaan mereka terhadap Gunung Lawu.
Diakui, Kusuma setiap kali Lawu mengalami persoalan, masyarakat datang berbondong bondong dari berbagai komunitas bersatu melawannya.
“Hal ini membuktikan bukan adanya koordinasi dan kesengajaan mereka datang dan bersatu, tetapi alam memanggil mereka untuk datang dan bersatu melawannya,” ujar Kusuma. (Jud)