KORANJURI.COM – Penerapan Computer Based Test (CBT) pada ujian nasional masih menuai beragam polemik, terutama untuk penyelenggara pendidikan. Kebanyakan sekolah di Bali belum cukup siap dengan sarana yang dibutuhkan.
“Dari sisi kesiapan siswa, kami pastikan cukup siap. Itu diluar sarana komputer yang dibutuhkan,” kata Kepala SMA Negeri 2 Denpasar, I Ketut Sunarta.
Jumlah peserta Ujian Nasional di sekolah itu sebanyak 373 orang sedangkan komputer yang tersedia hanya 80 unit. Sunarta mengatakan, kalaupun harus dilakukan ujian berbasis CBT, akan sangat dipaksakan dan sangat membebani siswa.
Meski prosentase siswa yang memiliki komputer jinjing di SMA Negeri 2 Denpasar jumlahnya lebih banyak ketimbang yang tidak punya. Namun ia menegaskan kembali, tidak elok kalau sekolah justru meminta siswa untuk mengerjakan UN CBT dengan membawa komputer pribadi.
Sampai saat ini pihaknya belum mendapatkan informasi secara pasti terkait jadi atau tidaknya UN berbasis online.
“Disdikpora belum memberikan arahan. Tapi kalaupun nanti harus dilakukan kami siap, Bagaimana teknisnya, kita belum bisa berkomentar banyak,” ucap Sunarta.
Kendala yang sama juga terjadi di SMA Negeri 2 Tabanan. Kepala SMA Negeri 2 Tabanan, I Wayan Samba, mengungkapkan persoalan kesiapan perangkat komputer menjadi sangat kompleks ketika CBT harus diterapkan pada UN tahun depan.
Ia bahkan memproyeksikan anggaran yang dibutuhkan untuk pengadaan unit komputer di sekolahnya bisa mencapai ratusan juta.
“Darimana kami menyiapkan uang sebanyak itu kalau tidak dibantu oleh pemerintah. Persoalan ini sudah kami bicarakan dengan komite dan setelah dihitung biaya untuk pengadaan komputer hampir mencapai Rp 400 juta,” kata Wayan Samba.
Sebagai sekolah model dan induk klaster, SMA Negeri 2 Tabanan digadang-gadang jadi sekolah yang menyelenggarakan ujian nasional berbasis online. Seluruh Indonesia hanya sebanyak 2,4% Sekolah Menengah Atas atau sederajad yang menyelenggarakan Ujian Nasional (UN) dengan metode berbasis komputer atau Computer Base Test (CBT)
way