KORANJURI.COM – Komunitas penyandang disabilitas menggelar pameran fotografi. Karya yang ditampilkan menghadirkan kisah mereka menghasilkan karya dengan alat bantu adaptif.
Alat bantu tersebut menjadi bagian dari keseharian para penyandang inklusi. Sehingga, memberikan banyak peluang dalam beraktifitas.
Dinda Mahadewi, seorang penyandang invisible disability mengaku, menuangkan ide seperti melakukan aktifitas sangat membantu kondisinya. Dinda adalah orang dengan bipolar disorder.
“Terlalu banyak ide di kepala, harus saya tuangkan dalam karya, aktifitas seni ini menjadi terapi selain terapi medis,” kata Dinda di Annika Linden Center, Denpasar, Minggu, 9 Februari 2025.
Dewa Kresnanta, jurnalis warga di sebuah platform digital yang bermarkas di Denpasar menyajikan karya foto yang diberinya judul ‘Asa Dalam Tiap Langkah Baru’.
Dia mengalami kecelakaan yang mengharuskan bergantung pada sejumlah alat bantu adaptif. Kondisi yang dia rasakan menjadi gambaran dan narasi karya fotografinya.
“Keseluruhan foto dan narasi yang saya gambarkan menjelaskan keresahan dan emosi saya di masa bangkit pasca operasi kaki,” kata Kresnanta.
Ia mengisahkan, belajar melangkah dari nol menjadi fase tersulit untuk dirinya yang saat itu berusia 15 tahun.
Namun, setelah delapan tahun berlalu, muncul ingatan dari tiga alat bantu disabilitas fisik yakni, kursi roda, walker dan ankle foot orthosis (AFO).
“Apa yang saya alami menjadi gambaran dari karya saya, bagaimana alat bantu itu dapat mendukung kegiatan dalam foto dan menjadi refleksi dari hasil fotografi nya,” jelas Kresnanta.
Sedangkan, karya fotografi Cok Ima membuka kesadaran bagaimana orang tua yang memiliki anak disabilitas terus mendampingi mereka dalam setiap aktifitasnya.
Cok Ima sendiri sejak usia 5 tahun mengenakan alat bantu tangan kiri. Namun, ia banyak melihat orangtua yang begitu gigih dan sabar merawat anak-anak mereka yang mengalami disabilitas.
“Point of view nya, mengangkat koneksi antara ortu dan anaknya. Jadi, saya berharap melalui pameran ini orang-orang juga teredukasi bagaimana perjuangan orang tua yang memiliki anak disabilitas,” kata Cok Ima.
Sementara, Ketua Koordinator Gugus Tugas Alat Bantu Adaptif Bali Putu Juliani menjelaskan, pameran foto itu merupakan wahana ekplorasi tentang seni yang dapat menjadi alat advokasi.
“Representasi seni memberikan pandangan baru yang mampu menggerakkan kesadaran dan perubahan untuk komunitas disabilitas,” kata Juliani. (Way)