KORANJURI.COM – Pariwisata Bali berangsur bangkit dari keterpurukan akibat pandemi covid-19. Dengan naiknya kembali wisatawan asing ke Pulau Dewata seperti dimanfaatkan oleh oknum pedagang valuta asing untuk mendapatkan keuntungan tak wajar, bahkan cenderung kriminal. Sejumlah wisatawan asing di Bali jadi korbannya.
Agar tak menimbulkan korban lagi, penertiban
Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB), akan dilakukan di Bali. Wadir Krimum Polda Bali AKBP Suratno mengatakan, dari 155 Money Changer yang telah dicek, 10 diantaranya tidak mengantongi ijin.
“Tapi kami tak punya kewenangan untuk menutup, karena regulasinya ada di Bank Indonesia. Kami juga mengalami kendala karena tidak ada laporan resmi dari korban yang kebanyakan wisman,” kata Suratno di Denpasar, Selasa, 26 Juli 2022.
Menurut Suratno, wisatawan asing yang jadi korban umumnya tak melanjutkan ke proses hukum. Orientasi wisman hanya pada barang atau uang mereka yang dikembalikan utuh.
Terkait dengan keberadaan money changer, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho menjelaskan operasional usaha ini diatur dalam Peraturan BI Nomor 18/20/PBI/2016 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB).
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, KUPVA BB memiliki kantor pusat dan kantor cabang. Merujuk data bulan Juni 2022, di Bali terdapat 103 kantor pusat dan 388 kantor cabang Money Changer yang tersebar di seluruh Bali.
“Sebarannya terbanyak ada di Kabupaten Badung sebanyak 347 kantor cabang,” kata Trisno Nugroho.
Dijelaskan, ciri-ciri KUPVA BB berijin yakni memasang logo serta sertifikat ijin usaha yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Menurutnya, ada sejumlah tantangan yang dihadapi dalam penertiban Money Changer bodong.
Trisno mengusulkan, dalam penertiban money changer tak berijin melibatkan desa adat dalam penertiban KUPVA BB. Menurutnya hal itu bisa memberi efek jera bagi pelaku kegiatan usaha money changer yang beroperasi di desa adat. (Way)