KORANJURI.COM – Sebanyak empat orang perwakilan warga Desa Wero, Kecamatan Ngombol, Purworejo ‘mengadu’ ke KPK di Jakarta, Kamis (22/3) lalu. Dengan didampingi Bambang Yoso dari LPRI (Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia) DPD Propinsi Jateng, mereka mengadukan dugaan penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan mantan kades Sumirin.
Pengaduan warga Wero yang diwakili oleh Trasno Saputro, Harsono, Sugeng Pamuji, dan Setro Pawiro ini diterima oleh Aditia, salah satu penyidik KPK. Hal itu terungkap dalam audensi dengan para warga Wero, Minggu (25/3), di balai wartawan, Jl. Jend Urip Sumoharjo, Purworejo.
Menurut Bambang, kasus tersebut sudah dilaporkan secara tertulis ke Kejaksaan Tinggi Jateng, dengan tembusan Kejaksaan Agung pada 15 Februari 2018 lalu.
Jauh sebelumnya juga pernah dilaporkan ke kepolisian dan instansi terkait lainnya. Namun karena tak ada tanggapan sama sekali, akhirnya warga mengadukan permasalahan ini ke KPK.
“Lebih tepatnya konsultasi. Hasilnya, ada arahan dari penyidik, agar dilaporkan ke Tipikor Polda Jateng. Secepatnya kita akan lakukan itu,” terang Bambang.
Sugeng Pamuji, salah satu warga menjelaskan, bahwa tindakan yang dilakukan Sumirin saat masih menjabat kepala desa Wero periode 2012 – 2017 sudah sangat keterlaluan. Dia menyalahgunakan kekuasaannya untuk keuntungan pribadi.
“Kami makin geregetan, karena Sumirin ini merasa kebal hukum. Laporan yang kami sampaikan ke penegak hukum, mentok semua,” ujar Sugeng Pamuji, yang diiyakan belasan warga lainnya.
Lebih jauh, Sugeng Pamuji mengungkapkan ‘dosa-dosa’ yang dilakukan Sumirin, antara lain, menyewakan tanah GG (tanah negara) seluas 16 hektar pada pihak lain, tanpa sepengetahuan dan musyawarah dengan warga. Dari penyewaan ini, diduga Sumirin menerima uang hingga Rp 1,3 milyar, yang semuanya masuk ke kantong pribadinya.
Sumirin juga diduga kuat melakukan penggelapan bantuan 2 kapal nelayan dari Dinas Perikanan dan Kelautan. Bantuan genset, pompa air, traktor dan mesin tanam dari Dinas Pertanian juga diduga digelapkan Sumirin.
Dia juga pernah menarik sejumlah uang pada warga yang akan menerima bantuan bedah rumah, namun bantuan bedah rumah tak pernah terlaksana.
“Ada bantuan gabah 6,7 ton juga lenyap tak berbekas. Bantuan sapi dari pemerintah malah dipelihara oleh keluarganya sendiri,” kata Harsono, warga lainnya menimpali.
Apakah hanya itu? Ternyata tidak.
Sumirin juga diduga kuat menjual tanah bengkok sekdes pada pihak lain, dan hasil penjualan itu masuk ke kantong pribadinya. Padahal, tanah bengkok tersebut statusnya dikembalikan ke desa, karena sekdesnya diangkat menjadi PNS.
“Tidak ada pertanggungjawaban soal keuangan selama dia menjabat kepala desa. Saat serah terima jabatan kepala desa, dia juga tidak datang,” tambah Harsono.
Sugeng Pamuji, atas nama warga Wero meminta kepada pihak berwenang untuk segera memproses atau menindaklanjuti laporan tersebut sesuai hukum yang berlaku.
“Selama dia menjabat sebagai kepala desa, tidak mengutamakan kepentingan warganya, tapi malah mementingkan dirinya sendiri,” tandas Sugeng Pamuji. (Jon)