KORANJURI.COM- Memanasnya suhu politik di tanah air tak lepas dari suksesi kepemimpinan yang berlangsung setiap lima tahun sekali. Mengulik sejarah peradaban dari masa ke masa di Nusantara, sejak dari jaman Mataram Kuno hingga Mataram Islam ke republic, suksesi kepemimpinan selalu di warnai intrik politik. Meski tensi dan intrik dalam politik tersebut tidaklah sama karena masa yang membedakanya, tetapi hal itu menjadi sebuah gambaran nyata jika hidup seperti roda yang berputar nyakra manggilingan.
Pagi akan berubah menjadi siang, siang berlalu menjadi sore dan sore berlanjut menjadi malam, kemudian kembali lagi pada pagi hari.
‘ Waktu, perjalanan kehidupan manusia dan peradaban sebuah jaman akan mengulang kembali terjadi dalam sebuah sejarah, tetapi situasi jaman dan waktu yang akan membedakan proses berulangnya sebuah sejarah ‘ Kata Mpu Totok Brojodiningrat kepada koranjuri.com saat di sambangi di padepokan Brojodiningrat
Sebagai seorang Mpu keris yang juga pakar astrologi jawa ( pawukon ) Mpu Brojadiningrat menambahkan, tidak semua orang mampu membaca tanda tanda dari alam, sebuah fenomena yang hanya mampu di baca oleh mereka yang memiliki linuwih.
Pemilik padepokan keris Brojodiningrat yang juga Ketua Sekretariat Nasional Keris Indonesia ( SNKI ) Bidang Kebudayaan ini membuka fakta sejarah, berkaca pada cerita pewayangan mahabarata.
Jika sejak dari Jenggala, Kediri, Majapahit, Demak, Pajang, Mataram hingga republik, peralihan peradaban di Nusantara seperti dalam kisah mahabarata.
‘ selalu di warnai dengan intrik. Begitupun perjalanan bangsa Indonesia saat ini, sama halnya kisah awal mula mahabarata’ Terang Mpu Brojodiningrat dalam paparanya
Sebagai seorang Mpu yang kerap hidup berdampingan dengan alam, Mpu Brojodiningrat membabarkan, fenomena politik yang terjadi saat ini ibarat lakon Begawan Wiyasa dalam kisah mahabarata. Maha rsi pinilih tanpa tanding yang terlena akibat keduniawian. Rsi Wiyasa memiliki kesaktian melebihi para dewa, namun ia harus mengorbankan kautaman yang ia miliki karena duduk di singgasana Hastinapura oleh prakarsa Bisma.
Dari benih sang rsi lahirlah Destarastra, Pandu dan Widura yang kesemuanya terlahir sebagai symbol sekaligus perilaku nafsu sang rsi.
‘ Dari titisanya kelak di kemudian hari, sebuah perang besar baratayuda akan terjadi ‘ Jelas Mpu Totok Brojodiningrat mengkisahkan cerita mahabarata.
Cerita pewayangan yang terjadi saat itu juga memiliki kesamaan dengan peristiwa yang terjadi di era Majapahit. Oleh karena itu, berkaca pada sejarah masa silam dengan kondisi dan situasi bangsa yang terjadi pada saat ini, maka tidak di pungkiri jika roda kehidupan nyakra manggilingan.
Gambaran kisah dalam cerita pewayangan , kata Mpu Brojodiningrat, dia peroleh dari laku spiritual pada saat mendekatkan diri kepada Tuhan. Menyatu dengan alam mensyukuri nikmat Tuhan atas kebesaranya.
Pengalaman spiritual yang di dapat oleh Mpu Totok Brojodiningrat tentu saja melalui sebuah perantara. Baik dari fenomena alam, para leluhur ataupun fenomena kehidupan sosial yang ada di sekitarnya.
Tanda tanda tersebut dapat kita baca jika hati dan pikiran menyatu di dalam keweningan.
Dia mencontohkan fenomena yang terjadi semasa dirinya kecil. Teman teman sebayanya kala itu gemar bermain tembak tembakan dengan bedil yang di buat dari pelepah pisang. Fenomena ini tidak hanya terjadi di kampungnya, tetapi juga ada dimana mana.
Dari fenomena tersebut dia mengenang betul, eyangnya yang juga seorang Mpu keris merasakan jika apa yang terjadi pada saat itu sebenarnya sebuah perlambang tanda tanda dari alam. Perlambang yang menjadi satu peristiwa lahirnya tragedi sejarah kelam di negeri ini , pungkasnya. / Jk