KORANJURI.COM – Bupati Purworejo Yuli Hastuti bersama Ketua Sementara DPRD Purworejo, Dion Agasi Setiabudi, melaunching Tari Jaran Bolong. Launching dilakukan di sela Resepsi Kenegaraan Peringatan Hari Ulang Tahun ke-79 Kemerdekaan Republik Indonesia, Jum’at (23/08/2024).
Acara kenegaraan yang berlangsung di Pendopo Kabupaten Purworejo itu, menjadi momen pertama kalinya bagi Tari Jaran Bolong ditunjukkan ke publik, dikoordinatori oleh seniman Rianto Purnomo.
Pada sambutannya, Bupati Purworejo menyebut, bahwa Kabupaten Purworejo dengan segala potensinya, memiliki peran penting dalam mendukung pembangunan nasional. Melalui berbagai program dan inisiatif yang telah dijalankan, dirinya yakin mampu membawa Purworejo menuju kemajuan yang lebih baik.
Menurut Bupati, Tari Jaran Bolong adalah sebuah tarian yang menjadi simbol semangat dan keterbukaan hati masyarakat Purworejo. Tarian ini layak dibanggakan, karena murni hasil karya putra-putri terbaik Purworejo.
Dion Agasi dalam kesempatan itu juga memberikan apresiasi kepada para pemuda di Purworejo yang masih melestarikan tari tradisional dan membuat karya tarian yang memukau.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Purworejo Wasit Diono melalui Kabid Kebudayaan, Dyah Woro Setyaningsih mengatakan, karya tari ini diciptakan berdasarkan Misi ketiga Bupati Purworejo, yakni meningkatkan daya saing pertumbuhan ekonomi daerah berbasis UMKM, perdagangan, industri serta potensi pariwisata dan seni budaya.
“Melestarikan kebudayaan khas yang memperkuat daya tarik wisata di Kabupaten Purworejo salah satunya kesenian tradisional Jaran Bolong,” katanya.
Makna filosofi pada Tari Jaran Bolong, ujar Woro terdiri dari 2 suku kata, yaitu jaran atau kuda dan bolong atau berlubang. Kuda adalah simbol semangat dan Bolong adalah simbol keterbukaan hati masyarakat Purworejo.
Properti Tari Jaran Bolong menggunakan properti jaran atau kuda yang terbuat dari anyaman bambu, stilisasi dari bentuk hewan kuda. Bentuk properti kuda pada Tari Jaran Bolong memiliki kekhasan tersendiri yaitu arah kepala kuda yang dibuat lurus kedepan sebagai simbol masyarakat Purworejo yang selalu bersemangat untuk maju dan berkembang ke depannya.
“Bentuk tersebut merupakan paduan dari properti kuda yang digunakan pada Kesenian Incling yang arah kepalanya mendongak ke atas atau disebut onclong dan properti kuda kepang yang kepalanya menunduk,” ungkap Woro.
Adapun kekhasan yang lainnya, kata Woro, adalah pelana kuda yang dibuat bolong atau berlubang lebar sebagai simbol keterbukaan masyarakat Purworejo pada perkembangan zaman.
‘Keterbukaan atau bolong ini melahirkan keragaman seni dan budaya, namun tetap memiliki ciri dan kekhasan tersendiri. Selain kekhasan properti Kuda, Tari Jaran Bolong memiliki kekhasan lain berupa penggunaan properti topeng Penthul dan Jèlèh. Penthul & Jèlèh adalah tokoh lucu yang berperan sebagai penyebar informasi dan penghibur,” ungkapnya.
Busana Tari Jaran Bolong mencirikan kekhasan wilayah yang berbasis pertanian yaitu celana dan baju hitam serta ikat kepala. Dominasi warna hitam sebagai simbol kekuatan dan kebijaksanaan, sedangkan ornamen merah putih sebagai simbol gula kelapa, keberanian dan kesucian.
Iringan Tari Jaran Bolong adalah paduan dari berbagai musik pengiring kesenian tradisional Kuda Kepang di wilayah Kabupaten Purworejo. Bendhé Pongjir adalah alat musik sebagai representasi kesenian Kuda Kepang dari wilayah pegunungan dan angklung sebagai representasi Kesenian Kuda Kepang dari wilayah Purworejo yang berada di dataran rendah.
Alat musik Bendhé Pongjir dan Sngklung yang menjadi dominasi iringan musik Tari Jaran Bolong dipadupadankan dengan alat musik pengiring Kesenian Rakyat khas Kabupaten Purworejo yaitu Dolalak, dengan harmonisasi jalinan musik yang diperkuat kendhang, kempul dan Gong.
“Tari Jaran Bolong adalah produksi Pemerintah Kabupaten Purworejo melalui Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Purworejo. Yang menjadi kebanggan kita bersama, karya tari Jaran Bolong disusun murni oleh putra-putri terbaik Purworejo. Tim pengkaji dari ISI Surakarta yang dalam penelitian awal melibatkan mahasiswa ISI Surakarta yang merupakan putra daerah Purworejo,” katanya.
Karya ini juga melibatkan sesepuh-sesepuh Purworejo mantan Pamong Budaya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Purworejo yaitu Marwoto, F Untariningsih, Wardoyo dan Eko Marsono. (Jon)