KORANJURI.COM – Ketua Harian Dekranas Tri Tito Karnavian meninjau bengkel kerja Tenun Ikat Endek dan Songket di Penatih dan Desa Kesiman Petilan, Denpasar Timur, Sabtu, 8 Februari 2020.
Kunjungan Tri Tito didampingi oleh Ketua Umum Dekranasda Bali Putri Koster dan Kepala Dinas Perindustrian dan Pedagangan Provinsi Bali I Wayan Jarta.
Lokasi yang dikunjungi yakni, pertenunan Endek Patra milik I Gusti Made Arsawan di Bale Timbang, Penatih dan Baliwa Songket Collections milik I Ketut Ardenan di Banjar Abian Nangka Kelod, Desa Kesiman Petilan, Denpasar Timur.
Pemprov Bali, dikatakan Putri Koster, mengintensifkan upaya pelestarian kain tenun ikat tradisional sebagai warisan budaya Adiluhung seperti songket dan endek. Upaya pelestarian dilakukan melalui beberapa regulasi
“Tantangan yang ada sekarang antara lain, maraknya produksi kain printing dan bordir yang menduplikasi motif songket atau endek. Jika dibiarkan, akan sangat merugikan pengrajin yang menciptakan motif songket atau endek, karena hasil karya mereka dijiplak,” jelasKetua Umum Dekranasda Bali, Sabtu, 8 Februari 2020.
Di sisi lain, Putri Koster menyadari kain printing dan bordir tak bisa dibendung lagi di pasaran. Karena merupakan bentuk inovasi. Tapi solusi lain yang perlu diterapkan adalah produsen kain printing harus menciptakan motif sendiri yang berbeda dari motif endek atau songket.
“Motif songket perlu dipatenkan agar tak sembarangan dijilplak,” jelasnya.
Selain maraknya motif songket dan endek tiruan, usaha tenun ikat tradisional Bali juga dihadapkan pada kendala bahan baku benang. Termasuk, surutnya minat tenaga kerja yang mau menekuni ketrampilan menenun.
Untuk memenuhi ketersediaan benang, Putri Koster mencanangkan kampanye pemanfaatan pekarangan atau lahan kosong untuk ditanami pohon kapas dan budidaya ulat sutra. Dekranasda akan berkolaborasi dengan TP PKK Bali dalam pemanfaatan lahan pekarangan.
Sementara, Tri Tito Karnavian menyatakan apresiasinya atas langkah yang ditempuh Dekranasda Bali dalam upaya melestarikan tenun ikat tradisional. Menurutnya, setiap daerah punya kain tenun khas tradisional yang menjadi kekayaan nusantara.
Pihaknya mendukung upaya pelestarian yang dilaksanakan di tiap daerah, khususnya Bali.
Karya Inovasi Tenun Endek
Bahan baku benang untuk pembuatan kain tenun sebagian besar masih didatangkan dari luar Bali. Bahkan untuk jenis sutra masih diimpor dari Tiongkok.
Pemilik Pertenunan Endek Patra, I Gusti Made Arsawan berharap, ada gerakan hijau dengan memanfaatkan lahan non produktif untuk menanam kapas atau budidaya ulat sutra. Gerakan ini bisa dimulai dari tingkat desa dengan dukungan teknologi sederhana hanya sebatas memenuhi kebutuhan lokal.
“Kain tenun ikat tradisional jangan diproduksi massal, namun harus dibuat eksklusif,” kata Arsawan.
Gusti Made Arsawan adalah seorang desainer tekstil yang tekenal dengan karya motif baru pada tenunan endek. Selama ini, motif kain endek di pasaran kebanyakan berbentuk geometeri.
Ide kreatifnya itu kemudian dinamai Tenun Patra. Endek patra ini diciptakan dari prinsip tenun tradisional ikat, atau endek dengan pepatraan (mengembangkan motif) atau pepatraaan yang tidak lazim dalam produksi tenun ikat tradisional.
Motif endek patra digali dari ornamen nusantara. Pria asal Tabanan itu menyebut, proses pembuatan kain Tenun Patra tergolong lama karena dikerjakan dengan teknik yang rumit dan berbeda dengan pembuatan tenun umumnya.
Sementara I Ketut Ardenan, pemilik Baliwa Songket Collections dikenal dengan teknik Lasem untuk membuat kain songket lebih ringan dan mudah digunakan.
Dengan terobosan ini, ia berharap masyarakat akan tertarik menggunakan kain songket yang selama ini tekesan berat dan kaku. (*)