Lapaan RI Soroti Potensi Abuse of Power di Pilkada Sukoharjo

oleh
Ketua Lembaga Penyelamat Aset dan Anggaran Belanja Negara (Lapaan RI), BRM. Kusumo Putro - foto: Koranjuri.com

KORANJURI.COM – Pilkada 2020 di bumi Sukoharjo Makmur, Jateng, dinilai sangat rawan terjadinya penyalahgunaan jabatan dan wewenang ASN. Seperti diketahui publik, khususnya warga Sukoharjo, ada nama-nama pasangan calon (paslon) bupati dan wakil bupati Sukoharjo yang sudah beredar luas.

Salah satunya adalah Paslon yang diusung PDIP Sukoharjo, yaitu istri dari Bupati Sukoharjo yang masih aktif. Sedangkan wakilnya adalah pejabat Sekretaris Daerah (sekda).

Ketua Lembaga Penyelamat Aset dan Anggaran Belanja Negara (Lapaan RI), BRM. Kusumo Putro SH, MH (47), menilai kondisi tersebut perlu diwaspadai. Calon kepala daerah dari kubu petahana, atau yang terkait dengan semua unsur di dalamnya, sangat berpotensi menyalahgunakan wewenang dan anggaran milik rakyat.

“Apalagi sekarang ini banyak moment-moment penting yang sangat berpeluang untuk dijadikan pelanggaran. Terutama dalam penyalahgunaan wewenang dan anggaran tersebut,” tegas Kusumo Putro saat ditemui di rumahnya, Kawasan Gonilan, Kartosuro, Sukoharjo Jumat ini (23/7/2020).

Menurut Kusumo, moment yang sangat rawan dimanfaatkan untuk kepentingan politik sangat banyak. Ia menyebutkan bantuan sosial terkait Pandemi Covid-19. Juga kewenangan mengatur ASN, terutama jabatan atau golongan di bawahnya, demi mendulang dukungan kepada paslon tertentu.

Namun yang sangat perlu diwaspadai adalah pelanggaran abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak petahana. Karena jika hal tersebut terjadi, asas netralitas ASN akan dilanggar dan ternoda.

“Potensi pelanggaran itu akan mencapai puncaknya saat bulan Desember, dimana jadwal pilkada Bupati dan Wakil Bupati Sukoharjo akan dilakukan,” papar Kusumo lagi.

Untuk itulah ia meminta kepada semua lembaga terkait, agar benar-benar memperhatikan penyelenggaraan Pilkada nanti. Khususnya lembaga KPU dan Bawaslu Sukoharjo. Serta semua penegak hukum, baik dari kepolisian, Kejaksaan, dan lembaga terkait lainnya.

Menurut UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada telah mengatur, Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan, atau merugikan salah satu pasangan calon pilkada.

“Fakta dan pengalaman menunjukkan, bahwa kandidat yang memiliki hubungan dengan kekuasaaan, baik di pusat maupun daerah, sangat berpotensi besar memanfaatkan fasilitas negara, demi kemenangan dirinya dalam Pilkada,” lanjut pria yang kini sedang menyelesaikan program studi doktor, dalam bidang ilmu hukum di kampus Unisula Semarang ini.

Hal itu tentunya berpotensi akan membuka pemanfaatan APBN dan APBD, yang didayagunakan untuk keuntungan salah satu paslon saja. Mungkin masih segar dalam ingatan kita, dugaan kasus yang belum lama ini terjadi di Klaten, Jateng.

“Malah di Sukoharjo juga sempat ada temuan ketidaknetralan beberapa oknum ASN. Dan sudah terbukti dengan turunnya rekomendasi sanksi hukuman dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Salah satunya adalah pejabat Sekda Sukoharjo yang kini juga menjadi calon wakil bupati Sukoharjo,” papar Kusumo lebih lanjut.

Sementara itu, KPU dan Bawaslu Sukoharjo juga tak tinggal diam melihat perkembangan yang terjadi saat ini. Beberapa tindakan berupa rekomendasi terkait pelanggaran sudah kerap dikeluarkan oleh Bawaslu.

Bawaslu sendiri, juga mempersilakan masyarakat untuk segera melaporkan jika ada temuan pelanggaran. Namun bagi KPU sendiri, bukan wewenangnya untuk memberikan opini. KPU hanya bekerja berdasarkan wewenang yang telah diamanatkan oleh UU.

“Jika ada yang bertanya tentang pelanggaran tersebut. Silakan datang ke kantor kami. Nanti dengan senang hati akan kami jelaskan tentang aturan dan regulasi yang mengatur ASN/Polri/TNI yang akan mencalonkan diri dalam Pilkada,” kata Nuril Huda, Ketua KPU Sukoharjo, saat dihubungi via Whatsapp.

Ditambahkan oleh Nuril, Pilkada Sukoharjo 2020 sendiri baru akan digelar dalam bulan Desember 2020 mendatang. Baik mekanisme pendaftaran dan tahapan coblosan (pemungutan suara) oleh DPT (Daftar Pemilih tetap). Jadi secara resmi untuk saat ini memang belum ada paslon yang terdaftar.

Meskipun begitu, LAPAAN RI akan tetap mengawasi perkembangan yang terjadi. Secara resmi saat ini memang belum ada paslon yang terdaftar di KPU. Namun faktanya semangat kampanye dari masing-masing paslon sudah membahana kemana-mana. Bahkan perang spanduk dan baliho juga sudah dimulai.

“Nah jika kami menemukan pelanggaran dan penyimpangan, tentu kami akan mengambil langkah-langkah hukum yang diperlukan. Selain untuk pembelajaran politik kepada masyarakat, juga untuk menyelamatkan aset negara yang notabene juga berasal dari rakyat,” janji Kusumo yang juga menjadi anggota Peradi Jateng tersebut.

Selama pandemi Covid-19, KPU akan menggelar pemilihan kepala daerah pada bulan Desember 2020 mendatang. Pilkada akan dilakukan secara serentak di 270 wilayah di Indonesia. Ke 270 wilayah tersebut meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.

Semula, hari pemungutan suara Pilkada akan digelar pada tanggal 23 September. Namun, akibat wabah Covid-19, hari pencoblosan diputuskan diundur hingga 9 Desember 2020. (Med)

KORANJURI.com di Google News