KORANJURI.COM – Gubernur Bali I Wayan Koster justru merasa khawatir dengan menurunnya jumlah penduduk di Bali. Program KB yang berhasil bukan sebuah prestasi tapi justru mengancam budaya warisan leluhur.
Koster menyampaikan itu saat membuka Rapat Koordinasi Daerah Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Bali di Grand Inna Bali Beach Hotel, Senin, 18 Maret 2019.
Tren pertumbuhan penduduk di Bali, dalam lima tahun terakhir tergolong stagnan.
“Artinya yang lahir sama yang hidupnya berakhir hampir berimbang. Dan sudah saya dalami per kabupaten datanya, pertumbuhannya relatif kecil,” kata Koster.
Ia juga menyinggung soal Mars KB yang tidak menyebut soal pengurangan jumlah. Tapi prestasi di bidang kependudukan adalah bagaimana membangun keluarga yang sehat, cerdas dan kuat.
Koster menambahkan, penurunan angka menunjukkan program keluarga berencana dua anak relatif berhasil. Namun bagi masyarakat Bali data itu justru kurang membahagiakan, karena hilangnya nama-nama seperti Nyoman dan Ketut.
“Jadi ada bagian dari warisan leluhur kami ini hilang,” kata Koster.
Mantan anggota DPR RI ini mengatakan akan mengubah paradigma kependudukan di Bali dengan tidak lagi fokus pada pengurangan jumlah, namun bagaimana membangun keluarga yang berkualitas dan direncanakan dengan baik.
Sementara, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Bali Catur Sentana menyampaikan laju pertumbuhan penduduk Bali menurun dari 2,31% pada tahun 2010 menjadi 2,14% pada tahun 2017.
Selain itu terjadi pula penurunan angka kelahiran total dari 2,3 pada tahun 2012 menjadi 2,1 per wanita usia subur pada tahun 2018.
“Penurunan ini selain sebagai dampak penggunaan kontrasepsi yang telah mencapai 54,8% bagi pasangan usia subur, juga meningkatnya media usia kawin pertama perempuan dari 21,9 tahun menjadi 22,1 tahun,” kata Cakra.
Dalam budaya di Bali, penamaan anak disesuaikan dengan urutan, anak pertama disertai sebutan Putu, Gede atau Wayan, anak kedua Kadek atau Made, anak ketiga Komang atau Nyoman dan anak keempat
Ketut.
Untuk anak kelima dan berikutnya, urutan kembali dari awal atau dari sebutan anak pertama. (*)