Konsep Pemimpin dan Sastra, Ketua MKMK Dewa Palguna: Raja Tiran Caligula Juga Butuh Berkesenian

oleh
Ki-ka: I Dewa Gede Palguna, I Wayan Juniartha, dan Deputi Bidang Pemasaran Kemenparekraf RI Ni Made Ayu Marthini - foto: Ist.

KORANJURI.COM – Sastra dalam konteks kepemimpinan menjadi penuntun dan mempertajam rasa. Di era kekuasaan monarki, sastra jadi tongkat kebesaran seorang raja.

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konsitusi (MKMK) I Dewa Gede Palguna menukil ungkapan dari Presiden Amerika Serikat ke-35 John F. Kennedy, ‘Jika politik itu kotor, puisi akan membersihkannya. Jika politik bengkok, sastra akan meluruskannya.’

“Anda bisa membayangkan orang hidup tanpa kesenian, kaya apa jadinya ya. Bahkan semacam kaisar Caligula pun, yang terkenal kejam dia tetap membutuhkan kesenian,” kata Dewa Palguna.

Eks Hakim Mahkamah Konsitusi I Dewa Gede Palguna menjadi salah satu narasumber Festival Sastra Saraswati Sewana dengan tema Niti Raja Sasana, Senin, 22 Juli 2024.

Tongkat Sastra Kepemimpinan Negeri menurutnya, selalu terjadi dalam setiap generasi kepemimpinan. Palguna mencontohkan, di Bali, Raja Denpasar ke-VI I Gusti Ngurah Made Agung menjalin persahabatan dengan Ida Pedanda Made Sidemen.

Diketahui, Ida Pedanda Made Sidemen merupakan seorang Kawi Wiku, penulis dan pengarang, sekaligus pendeta besar di Bali pada abad ke-20.

“Sastra itu bisa jadi tongkat kebesaran raja, sayangnya hanya sedikit raja yang mau bersahabat dengan pujangga,” kata Palguna.

Hingga era Bung Karno, Palguna mengatakan, Presiden RI pertama juga sangat dekat dengan kesenian. Di masa itu, Bung Karno tinggal di Istana Tampaksiring dan berteman baik dengan Ida Bagus Made Poleng, pelukis yang sering dianggap sebagai ‘orang gila’.

Made Poleng punya kebiasaan hanya mengenakan sarung yang dililit di pinggang tanpa mengenakan pakaian.

“Suatu kali ketika bung Karno lagi di Istana Tampaksiring, di mintalah dia datang kesitu, datanglah kesana dengan gaya seperti biasa, pakai kamen bertelanjang dada,” cerita Dewa Palguna.

“Sampai di sana sama pengawalnya nggak dikasih masuk, ya sudah lah, kalau Sukarno mau ketemu biarlah datang ke rumah saya, dan benar bung Karno datang ke rumahnya.’

“Saya sendiri nggak terbayang kalau pemimpin tak punya visi kesenian bagaimana jadinya,” tambahnya.

Festival Sastra Saraswati Sewana yang digelar oleh Yayasan Puri Kauhan Ubud menampilkan pameran tentang wastra dan pusaka, rangkaian forum, booth tarot, ramalan, pengobatan, numerologi, seminar, workshop dan pemutaran film karya anak muda Bali. (Way)

KORANJURI.com di Google News