KKP: Budidaya Udang Masih Sangat Potensial

oleh
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Slamet Sobjakto - foto: Istimewa

KORANJURI.COM – Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), gencar dalam mensosialisasikan budidaya perikanan. Kali ini kegiatan digelar dalam mensosialisasikan potensi budidaya udang Vannamei dengan penerapan teknologi.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Slamet Sobjakto menegaskan, budidaya udang masih sangat potensial dikembangkan. Hal tersebut disampaikan Slamet saat memberikan sambutan pada pembukaan pelatihan bertemakan ‘Bisnis Budidaya Udang Vannamei di Era Revolusi Industri 4.0’ yang digagas oleh PT. Mina Maritim Indonesia di Jakarta, (13/12/2018).

Dengan brand ‘Media Indonesia’, startup yang bergerak dalam penyedia layanan pendidikan kemaritiman berbasis teknologi dan mengembangkan learning management system ini, memungkinkan berbagai pemangku kepentingan di bidang kemaritiman bisa saling berinteraksi dalam suatu platform digital.

”Saya menyampaikan rasa bangga dan apresiasi setinggi-tingginya atas inisiatif luar biasa dari para anak muda yang tergabung dalam PT. Mina Maritim Indonesia melalui brand ‘Mina Indonesia’ atas peran supernya dalam pengembangan SDM kelautan dan perikanan,” ujar Slamet Soebjakto.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa budidaya udang sangat bagus untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pembudidaya, penyerapan tenaga kerja dan sumber devisa negara.

Bukan tanpa alasan Slamet menyampaikan hal tersebut, menurutnya potensi sumberdaya akuakultur Indonesia sangat besar. Total luas lahan indikatif mencapai 17,2 juta hektar dan diperkirakan memiliki nilai ekonomi langsung sebesar 250 milyar USD per tahun. Dari potensi itu, khusus untuk pengembangan budidaya air payau memiliki porsi potensi hingga mencapai 2,8 juta hektar.

Namun pemanfaatannya diperkirakan baru sekitar 21,64 % atau seluas 605.000 hektar. Dari luas tersebut, pemanfaatan lahan tambak produktif untuk budidaya udang diperkirakan mencapai 40 persen atau baru 242.000 hektar saja.

“Potensi yang sangat besar itu, jika mampu dimanfaatkan secara optimal akan mendongkrak konstribusi terhadap PDB Indonesia dimana sebagai gambaran tahun 2017 kontribusi sektor ini baru mencapai 2,57 persen terhadap PDB Indonesia,” ujarnya.

Berdasarkan volume produksi, dalam 5 tahun terakhir produksi udang nasional memperlihatkan tren pertumbuhan yang positif dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 15,7 Persen. Udang juga merupakan komoditas unggulan ekspor perikanan nasional. Selama 5 tahun terakhir (2013 -2017) BPS mencatat tumbuh rata-rata 6,43 persen. Berdasarkan catatan KKP, volume ekspor udang hingga akhir tahun 2018 ini diyakini mampu mencapai 180 ribu ton naik dari 147 ribu ton pada tahun 2017. Sedangkan nilai ekspor naik dari USD 1,42 milyar menjadi USD 1,80 milyar.

Namun demikian, Slamet tetap mengingatkan bahwa pengelolaan proses produksi budidaya udang harus benar-benar dilakukan secara bertanggungjawab dengan menerapkan prinsip budidaya berkelanjutan atau sustainable aquaculture.

”Kita tidak ingin, masa kelam ambruknya bisnis udang windu beberapa dekade yang lalu terulang kembali akibat pola pengelolaan yang tidak terukur dan sporadis. Pola pengelolaan tersebut antara lain lemahnya penerapan biosecurity, penggunaan input produksi yang tidak terukur dan minimnya pengendalian terhadap limbah budidaya,” Slamet mengingatkan.

Oleh karena itu, tambahnya, KKP telah menyiapkan regulasi bagaimana pengelolaan budidaya udang ini dilakukan secara berkelanjutan. Aspek keberlanjutan menjadi keniscayaan dalam menjamin kesinambungan bisnis perudangan nasional yakni dengan memadukan pertimbangan aspek lingkungan, ekonomi, dan social dalam pendekatan pengelolaannya.

Diantaranya, KKP telah mendorong pengembangan budidaya berbasis klaster, melalui perbaikan tata letak, dan penerapan biosecurity secara ketat. Pendekatan klaster juga memungkinkan manajemen yang lebih terintegratif dalam seluruh tahapan proses produksi, mempermudah dalam management usaha, meningkatkan efisiensi usaha, serta mengurangi dampak penyakit.

Disamping itu, KKP juga mendorong pengembangan budidaya udang berbasis ekosistem (Ecosystem Approach for Aquaculture). Pendekatan ini penting untuk memastikan bahwa pengelolaan budidaya udang tidak hanya menghasilkan produktivitas optimum, namun tetap menjamin kualitas lingkungan, fungsi dan layanan ekosistem.

”Saya ingin menekankan pentingnya melakukan penilaian dampak lingkungan sebagai bagian dari upaya antisipasi dini yakni melalui pemenuhan analisis dampak lingkungan (Amdal) khususnya bagi industri udang yang memiliki dampak penting terhadap lingkungan dan semua unit usaha budidaya udang harus dipastikan memiliki unit atau instalasi pengelolaan limbah (IPAL) yang efektif,” tambahnya.

“Salah satu percontohan kawasan yang telah menerapkan konsep tersebut seperti di Mamuju Utara,” rujuk Slamet.

Ia pun mengingatkan, persaingan perdagangan ekspor udang dunia diprediksi akan semakin ketat, seiring dengan preferensi konsumen global yang terus naik. Oleh karenanya, kata kunci yang harus dipenuhi dalam mendorong keberterimaan produk udang nasional adalah bagaimana menciptakan daya saing produk udang nasional yang kompetitif.

“Ada 2 faktor utama untuk menciptakan daya saing produk udang nasional yakni bagaimana menciptakan efisiensi produksi dan keterjaminan mutu atau foodsafety” terangnya.

Efisiensi, lanjutnya, berkaitan dengan menciptakan nilai tambah dan posisi tawar produk di pasaran. Sedangkan mutu berkaitan dalam meningkatkan preferensi konsumen global terhadap produk udang nasional, serta kesadaran akan kesehatan.

Sedangkan terkait mutu atau foodsafety, KKP terus mendorong unit usaha budidaya udang untuk secara konsisten menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan yakni, dengan mendorong pemenuhan sertifikasi Indonesian Good Aquaculture Practice (IndoGAP) dalam seluruh tahapan proses produksi, contohnya induk udang harus dari hasil breeding yang baik dan keluar masuk ke Indonesia harus yang bersertifikat free patogen.

”2 faktor di atas, diharapkan mampu dipenuhi oleh seluruh pelaku bisnis budidaya udang di Indonesia, sehingga produk udang nasional akan memiliki daya saing tinggi dan menjadi terdepan dalam mensuplai kebutuhan udang dunia,” Slamet menegaskan.

”Dengan begitu, Indonesia saat ini menjadi satu-satunya negara produsen udang yang dinyatakan terbebas dari wabah EMS (Early Mortality Syndrome) yang telah mengakibatkan kerugian ekonomi besar dalam bisnis perudangan global. Namun demikian, kita tidak boleh lengah terhadap kemungkinan munculnya wabah penyakit yang sewaktu waktu mengancam,” pesannya.

Pada kesempatan tersebut, Slamet juga menyampaikan bahwa saat ini mulai diperkenalkan udang marguensis sebagai primadona udang baru dan berharap mulai dibudidayakan di level masyarakat.

“Saya juga ingin menyampaikan pesan Bu Menteri (Susi Pudjiastuti) bahwa udang windu (penaeus monodon) sebagai salah satu udang asli Indonesia yang sempat sangat berjaya akan didorong untuk dikembangkan kembali,” tutupnya. (*)

KORANJURI.com di Google News