Ketum APTISI: Kampus Perlu Daya Dobrak Adaptasikan Konsep Masyarakat 5.0

oleh
Ketua APTISI Pusat Dr. M. Budi Djatmiko (tengah) foto bersama pejabat struktural ITB STIKOM Bali usai memberikan presentasi tentang tantangan perguruan tinggi di era Society 5.0 - foto: Istimewa

KORANJURI.COM – Revolusi teknologi terus bergulir. Perlu daya dobrak untuk merubah kebiasaan sosial yang telah menjadi tatanan di masyarakat. Konsep revolusi industri 4.0 pun telah bergerak menuju 5.0.

Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe menelorkan konsep revolusi industri 5.0 karena melihat R.IV justru mendegradasi peran manusia dalam kemajuan teknologi.

Society 5.0. menjadi konsep yang tepat saat ini. Masyarakat berpusat pada manusia atau human centered dengan berbasis pada kemajuan teknologi.

“Dibutuhkan seorang perusak sistem lama, kita butuh seorang CDO atau chief disruption officer,” kata Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Pusat Dr. M. Budi Djatmiko di Kampus ITB STIKOM Bali, Selasa, 22 Juni 2021.

Menurutnya, saat ini kampus membutuhkan seorang rektor ‘perusak kampus’ yakni, sosok yang mampu melakukan inovasi dan adaptasi dengan perubahan serta melabrak zona nyaman yang selama ini ada di kampus.

Menurut Djatmiko, kata kuncinya terletak pada kemampuan dosen untuk membuat dan mengkolaborasikan sejumlah poin.

Pertama, literasi data yakni, kemampuan untuk membaca, analisis dan menggunakan informasi (big data) di dunia digital. Kedua, literasi teknologi yakni, memahami cara kerja mesin, aplikasi teknologi seperti coding, artificial inteligence, machine learning, engineering principles, biotech.

Ketiga, literasi manusia yaitu, humanities, komunikasi dan desain. Keempat adalah pembelajaran sepanjang hayat.

“Kata kuncinya terletak pada kemampuan dosen untuk membuat dan mengkolaborasikan empat poin ini,” jelasnya.

Di Amerika Serikat, kata Djatmiko, Harvard University dan Massachusetts Institute of Technology (MIT) sudah melakukan inovasi pembelajaran jarak jauh. Para mahasiswa asing tidak perlu lagi datang ke Amerika.

“Saat ini 7 persen mahasiswa baru Harvard University tetap tinggal di negaranya, tidak perlu ke Amerika, begitu juga di MIT ada 10 persen mahasiswa baru tetap tinggal di negaranya,” kata Djatmiko. (Way)

KORANJURI.com di Google News