Kejanggalan Alih Kepemilikan Tanah Waris, Warga Rasukan Ngombol Mengadu ke Polisi

    


Rini Kadarwati bersama kuasa hukumnya, Samino, SH dan Erwin Burhanuddin, SH - foto: Koranjuri.com

KORANJURI.COM – Rini Kadarwati (57), warga Desa Rasukan, Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo Jawa Tengah mengadu ke polisi. Pasalnya, tanah waris berupa lahan pertanian yang menjadi haknya telah berubah kepemilikan menjadi milik orang lain (pembeli).

Hal itu dibuktikan dengan munculnya sertifikat atas nama Marsudi. Rini menduga, ada kejanggalan dalam hal ini, karena pihaknya tidak pernah melakukan transaksi jual beli tanah warisan tersebut dengan Marsudi.

Rini, yang didampingi kuasa hukumnya, Samino, SH dan Erwin Burhanuddin, SH, serta suaminya, Sri Panjang menyebut adanya dugaan pemalsuan dokumen dalam proses kepengurusan munculnya sertifikat tersebut.

“Kami sudah mengadukan hal ini ke polisi. Kita berharap polisi segera menindaklanjuti hal ini,” jelas Samino, Kamis (14/09/2023).

Samino, yang juga didampingi Dwi Suswanto, selaku saksi, menceritakan kronologis hingga muncul kepemilikan tanah waris hak kliennya itu atas nama Marsudi.

Diceritakan, bahwa Mudjirah, ibunda Rini, menikah dengan Mardi Suwito dan memiliki 4 anak, yakni, Kadarisman, Wiwik Kadarismi, Sri Edi Rastuti dan Rini Kadarwati. Semasa hidupnya, Mudjirah sudah menghibahkan beberapa petak tanah dan sawah kepada keempat anaknya tersebut.

Sebelum meninggal Mudjirah berpesan, untuk tanah sawah Persil no 6, klas: S III seluas 2.230 meter persegi, digunakan untuk kebutuhan hidup suaminya, Mardi Suwito. Namun jika Mardi Suwito meninggal, maka tanah tersebut diperuntukkan bagi anak yang merawat Mardi Suwito, dalam hal ini Rini Kadarwati.

“Namun kenyataannya tanah tersebut malah dijual Mardi Suwito dan Kadarisman kepada Marsudi seharga Rp 40 juta di sekitar tahun 2010/2011, padahal mereka nggak punya hak menjual. Karena itu bukan harta gono gini, tapi warisan dari orangtua Mudjirah yang diwasiatkan kepada Rini. Ahli waris lainnya juga tahu hal itu,” jelas Samino.

Suatu ketika, Rini Kadarwati pernah dipanggil ke kelurahan untuk menandatangani akta jual beli tanah sawah tersebut, namun dia menolak karena dia tak diajak berembuk. Pada 2013 ayahnya, Mardi Suwito meninggal dan tahun 2016, kakaknya Rini, Kadarisman juga meninggal.

Pada tahun 2018, Rini meminta kembali haknya atas tanah tersebut kepada Marsudi dan dia akan mengembalikan uang pembelian tanah sebesar Rp 40 juta menjadi Rp 50 juta. Namun hal itu ditolak Marsudi dan meminta Rini mengembalikan uang sebesar Rp 100 juta. Karena Rini tidak sanggup, akhirnya tidak terjadi kesepakatan.

Berbekal surat kuasa dari semua ahli waris tanah tersebut, kemudian dari tahun 2018, tanah tersebut digarap oleh Rini. Kemudian pada hari Senin (07/03/2023), ketika Rini menanam padi yang ke sepuluh kali, seminggu kemudian, Senin (14/09/2023), sekitar pukul 10.00 WIB tanaman padi tersebut di ratakan Marsudi dan kemudian ditanami padi kembali pada hari Jum’at (17/09/2023) oleh Marsudi.

“Kita laporkan pengrusakan tersebut ke polisi pada 23 Maret 2023 lalu dan klien kita juga sudah dimintai keterangan. Namun belakangan diketahui, kalau ternyata sawah tersebut sudah menjadi milik Marsudi yang ditandai dengan keluarnya sertifikat dari BPN tertanggal 29 Nopember 2022,” jelas Samino.

Karena ada kejanggalan dalam proses keluarnya sertifikat tersebut, dari pihak pengacara berniat membuat pengaduan/laporan adanya dugaan pemalsuan dokumen dalam proses kepengurusan sertifikat. Namun polisi ‘menolak’ hal itu, dengan alasan, di obyek tersebut sudah dilaporkan terkait pengrusakan tanaman.

Adanya dugaan pemalsuan dokumen tersebut, menurut polisi, akan ditindaklanjuti jika dalam penyelidikan atau pemeriksaan dugaan pengrusakan tersebut dalam pengembangan penyelidikannya mengarah ke pemalsuan dokumen.

Menurut Samino, polisi berdalih, bahwa dengan terbitnya sertifikat tersebut perkara ini merupakan Perkara Perdata. Penyidik beralibi, bahwa sertifikat yang dikeluarkan BPN adalah syah, karena pasti prosedur pembuatan sertifikat sudah memenuhi prosedur. Dan itulah sebagai acuan penyidik.

Dari pihak kuasa hukum, meskipun telah menyodorkan saksi dan bukti-bukti berupa FC buku Leter C desa, bahwa dalam buku tersebut banyak sekali kejanggalan terjadi. Meskipun prosedur persyaratan untuk terbitnya sertifikat itu komplit, baik dari desa maupun PPAT, akan tetapi isi keterangan dalam persyaratan itulah yang diduga dipalsukan.

Padahal semula, ungkap Samino, kepengurusan sertifikat tersebut pernah ditolak dalam program PTSL oleh BPN karena masih dalam sengketa.

“Kita minta polisi untuk menindaklanjuti aduan ini. Kami meminta keadilan, namun hingga kini belum ada perkembangan apa-apa. Dari informasi yang kami terima, dari Polsek Ngombol sudah mengajukan permohonan sebanyak 4 kali untuk gelar perkara kasus ini, namun hingga kini belum terlaksana,” pungkas Samino. (Jon)

Baca Artikel Lain KORANJURI di GOOGLE NEWS