KORANJURI.COM – Sejumlah praktisi Falun Gong diketahui ada yang menempati pemukiman di kawasan Tanjung Benoa, Badung, Bali. Kawasan pesisir itu jaraknya cukup dekat dengan venue utama KTT World Water Forum Ke-10 di Indonesia Tourism Development Center (ITDC) Nusa Dua.
Liu Kai, imigran asal China yang juga pengikut sekte yang dilarang oleh pemerintah Tiongkok mengaku, dirinya tidak melakukan kegiatan melanggar hukum di Indonesia.
“Dalam kegiatan WWF Ke-10 ini kami juga mendukung. Kami sangat berterimakasih kepada Pemerintah Indonesia karena telah memberikan perlindungan sambil menunggu diberangkatkan oleh UNHCR ke Kanada,” kata Kai dalam pernyataan pada Selasa (14/5/2024).
Liu Kai tinggal di Tanjung Benoa secara mandiri bersama satu keluarga berjumlah 5 orang. Pada 2023, salah satu anaknya telah diberangkatkan ke Kanada oleh komisioner PBB untuk pengungsi (UNHCR).
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Liu Yi Ge. Imigran asal negeri tirai bambu berusia remaja itu tinggal bersama 4 orang keluarganya. Mereka menempati kamar kos di Gang Layur, Tanjung Benoa.
Pengungsi yang fasih berbahasa Indonesia ini mengaku, selama tinggal mandiri di Indonesia, dirinya mematuhi peraturan secara nasional maupun peraturan yang ada di Bali.
“Dukungan kami untuk pelaksanaan WWF ini sebagai bentuk balas budi karena kami sudah diterima dengan baik di sini,” jelas Liu Yi Ge.
Ge dan keluarganya hanya berharap segera diberangkatkan ke Amerika sebagai negara ketiga untuk tujuan mendapatkan suaka politik.
“Kami berharap UNHCR segera memberangkatkan kami ke Amerika untuk mendapatkan kewarganegaraan dan kehidupan lebih layak,” harap Ge.
Seperti diketahui, para Imigran asal China sekaligus penekun Falun Gong mendapatkan tekanan dari Partai Komunis Tiongkok (PKT). Jutaan jiwa warga Cina harus meninggalkan negaranya untuk menghindari perburuan terhadap anggota sekte yang dianggap melawan pemerintah China tersebut.
Mereka kabur dari negaranya dan mencari negara ketiga untuk mendapatkan perlindungan. Beberapa diantaranya, terdampar di Bali dan tinggal secara mandiri menempati perkampungan di Desa Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung.
Selama tinggal di Bali, mereka tidak diperbolehkan bekerja dan bersekolah karena statusnya masih sebagai pengungsi yang tidak memiliki kewarganegaraan (stateless).
Kurang perhatian dari UNHCR sebagai lembaga yang mengurus masalah pengungsi, membuat kehidupan mereka semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, para non kewarganegaraan ini hanya mengandalkan kiriman uang dari keluarganya yang telah mengungsi di negara tujuan seperti Kanada dan Amerika. (Ans/Way)