Haholok, Kearifan Lokal di Rote Ndao Naikkan Populasi Penyu



KORANJURI.COM – Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang, mengelar Focus Group Discusion, penerapan Papadak/Haholok dalam TNP Laut Sawu Kabupaten Rote Ndao.
Dalam kesempatan itu, Aleks Tanodi mengatakan banyak apresiasi dari sejumlah wilayah di NTT bahkan Nasional terkait local genius Haholok/Papadak atau larangan perusakan wilayah laut dan pesisir.
Oleh karena itu pihak BKKPN kembali kunjungi Nusak Termanu untuk menggali ide dan penguatan.
“Mana yang kita teruskan ke Pemerintah Daerah, BKKPN dan lembaga lain yang berkompeten, dengan rumusan-rumusan permasalahan,” jelas Aleks Tanodi.
Sementara itu, Ketua Forum Adat Kabupaten Rote Ndao, Jhon B. Ndolu mengatakan Haholok/ Papadak sudah ada sejak jaman dahulu, dan perintis juga dari nenek Moyang orang Nusak Termanu.
Ia mengakui, jabatan Maneholo (penegak hukum dalam bidang kelautan, hutan, dan tanaman) adalah jabatan sosial yang tidak ada gaji. Oleh karena itu, dirinya berharap agar kepala desa Ngodimeda mewakili pemerintah Kabupaten Rote Ndao mengusulkan kepada Pemda agar daerah yang memiliki Manehelo diberikan intensif atau ada program pemberdayaan dari Dana Desa (DD) atau Alokasi Dana Desa (ADD).
“Selain itu pemerintah juga harus tegas terhadap orang yang melanggar aturan adat, misalnya masih adanya laporan bahwa masih ada pihak-pihak tertentu yang merusak habitat laut dengan cara Bom Ikan dan kebanyakan orang di luar Nusak Termanu,” jelasnya.
Ndolu juga berharap agar para Manehelo tetap menerapkan aturan adat demi kelangsungan Habitat,baik habitat laut dan juga alam sekitarnya.
Koordinator Maneholo Kecamatan Rote Tenggah Martinus Pelopolin mengatakan selama ini, manahelo masih terbatas dengan menggunakan alat seadanya. Selama ini, warga di Nusa Termanu tidak melakukan perusakan laut. Selama ini, warga pendatang dari luar yang melanggar aturan adat mengunakan potasium untuk mencari ikan.
“Warga nelayan dari Pantai baru yang mengunakan bahan peledak saat melaut diperairan Nusak Termanu,” ujar Martinus.
Sementara itu, Rusly Peneliti sekaligus mewakili dinas Dinas Perikanan Provinsi NTT mengatakan, selama melaksanakan observasi selama dua hari di wilayah Nusak Termanu untuk mengetahui respon terhadap penerapan Hoholok Papadak.
Banyak masyarakat juga terlibat dalam penangkaran penyu sejak penerapan Hoholok papadak. Semua masyarakat respon dan mendukung, sementara untuk tambang pasir banyak yang tidak respon bahkan minta agar dinas pertamangan Provinsi NTT meninjau kembali ijin tambang. Karena banyak perubahan alam sejak adanya tambang pasir.
Dikatakan Rusly, dengan adanya tambang pasir akan punah habitat penyu atau tukik. Pasalnya tukik merupakan binatang yang pintar walau lambat dalam berjalan tetapi cerdas. Dikhawatirkan, jika lokasi bertelur penyu tergusur atau rusak dengan sendiri akan punah.
Dikatakan Yefta, pihaknya memberikan apresisi kepada maneholo yang bekerja sukarela sebagai Manaholo sejak tahun 2014. Penangkaran penyu di pantai Kola juga dikelola atas rasa kepedulian bahwa penyu merupakan satwa yang dilindungi hingga saat ini sudah mencapai sekitar 2 ribu tukik. (ido)
Anda harus masuk log untuk mengirim sebuah komentar.